
Perubahan iklim global menjadikan infrastruktur berkelanjutan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Menjawab tantangan tersebut, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM) mengambil langkah strategis dengan mengeksplorasi material konstruksi rendah emisi yang relevan untuk wilayah tropis. Cross-Laminated Timber (CLT) menjadi salah satu alternatif karena mampu menyimpan karbon, efisien secara energi, dan memiliki kekuatan struktural yang sebanding dengan material konvensional. Untuk mendukung penelitian dan pengembangan material ini, FT UGM membangun Rumah CLT Nusantara sebagai prototipe yang meneliti performa CLT sekaligus menunjukkan potensi kayu lokal dalam infrastuktur tropis berkelanjutan.
Rumah CLT Nusantara berdiri di kawasan FT UGM dengan luas sekitar 27 meter persegi dan dirancang dalam bentuk heksagonal modular. Panel CLT digunakan sebagai material utama dinding, lantai, dan plafon, sedangkan fondasi rumah ini menggunakan beton daur ulang. Rumah ini juga memiliki ventilasi alami di sisi barat daya dan tenggara, serta dilengkapi panel surya, smart light control, dan IoT smart garden sebagai bagian dari penerapan teknologi hemat energi.
Dari sisi lingkungan, Rumah CLT Nusantara telah memenuhi berbagai kriteria keberlanjutan. Penggunaan material lokal yang terbarukan, desain modular yang efisien, serta dampak lingkungan yang rendah menjadikannya selaras dengan prinsip konstruksi hijau. Namun, keberlanjutan tidak hanya ditentukan oleh emisi dan material, melainkan juga oleh kenyamanan penghuninya. Dalam konsep hunian berkelanjutan, aspek kenyamanan termal merupakan elemen penting yang memengaruhi kualitas hidup.
Sebagai bagian dari evaluasi performa bangunan, Dr. Arif Kusumawanto, mahasiswa FT UGM, bersama dosen pembimbing Prof. Ir. Ali Awaludin, melakukan penelitian terhadap kinerja termal Rumah CLT Nusantara melalui pengukuran lapangan dan simulasi berbasis adaptive thermal comfort. Hasil pengukuran menunjukkan suhu rata-rata dalam ruangan berkisar antara 27°C hingga 34°C pada pukul 08.00–16.00. Kenyamanan termal dapat sepenuhnya tercapai hingga pukul 10.00. Setelah itu, suhu meningkat dan ruang menjadi kurang nyaman, terutama pada siang hingga sore.
Hasil dari simulasi termal selama satu tahun juga selaras dengan pengukuran di lapangan, dengan tingkat kenyamanan harian hanya mencapai 56,92%. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun CLT memiliki karakteristik termal yang baik, desain bangunan perlu disesuaikan dengan kondisi iklim tropis lembap.
Berdasarkan hasil tersebut, Dr. Arif Kusumawanto menguji beberapa skenario modifikasi desain untuk meningkatkan kenyamanan, seperti penambahan jendela dan ventilasi silang, peningkatan ketebalan panel CLT, penyesuaian ketinggian bangunan, penambahan shading, dan perubahan bentuk atap. Penambahan ventilasi silang dan bukaan tambahan terbukti memberikan peningkatan kenyamanan paling signifikan, yaitu lebih dari 7% selama jam operasional.
Secara keseluruhan, Rumah CLT Nusantara memiliki potensi besar sebagai model hunian masa depan di Indonesia. Prototipe ini menunjukkan bahwa kayu rekayasa lokal dapat menjadi pengganti material konvensional tanpa mengurangi kekuatan struktur. Energi yang rendah, kecepatan konstruksi, dan estetika natural membuatnya relevan untuk diterapkan baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan. Tantangan berikutnya adalah penyempurnaan desain agar tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga nyaman dihuni sepanjang hari. Dengan pengembangan lanjutan, Rumah CLT Nusantara berpeluang menjadi model percontohan hunian rendah emisi yang inovatif, adaptif, dan kontekstual secara sosial maupun ekologis. Inisiatif ini sekaligus menegaskan peran FT UGM dalam memimpin inovasi konstruksi hijau di Indonesia.
Sumber: Kusumawanto, A., dkk. (2022). Sustainability of Cross-Laminated Timber (CLT) Nusantara House based on thermal comfort indicators using simulation method. Journal of the Malaysian Institute of Planners, 20(3), 35–46.
Penulis: Radaeva Errisya