
Kota Pelajar, itulah julukan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Membawa label tersebut, berarti Yogyakarta harus mampu menjadi tempat yang nyaman bagi para calon generasi emas bangsa. Di sisi lain, agar simbiosis mutualisme dapat terjalin, seluruh elemen masyarakat yang telah merasakan nyaman dan tentramnya Yogyakarta juga harus turut andil menyelesaikan permasalahan yang timbul. Akan lebih baik lagi, apabila dapat mengembangkan kota ini menjadi lebih ramah dalam segala aspek dan tetap mengedepankan prinsip berkelanjutan.
Begitupun dengan seluruh sivitas akademika dari Universitas Gadjah Mada, mereka wajib untuk bahu membahu mengembangkan kota ini melalui berbagai inovasi yang muncul di kepala dan telah teruji studi kelayakannya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pada Rabu (19/03), perwakilan Fakultas Teknik UGM datang ke Balai Kota Yogyakarta dengan tujuan berdiskusi terkait program kerja pemerintah selama satu periode mendatang supaya FT bisa ikut andil di dalamnya.
Selama berdiskusi, Pemkot Yogyakarta diwakili oleh Wali Kota dr. Hasto Wardoyo Sp.OG., Kepala Bappeda Agus Tri Haryono, S.T., M.T., dan delapan kepala bagian dari Bappeda Yogyakarta. Sedangkan dari Fakultas Teknik, diwakili oleh Dekan Prof. Selo, Wakil Dekan Ir. Ali Awaludin, dan sepuluh perwakilan dari seluruh departemen di Fakultas Teknik.

Dalam membuka forum, Wali Kota langsung mengerucutkan inti permasalahan Kota Yogyakarta, yakni mengenai sampah. Menurutnya, faktor sosial seperti kesadaran masyarakat yang masih rendah akan timbulan sampah menjadi masalah tersendiri dan lebih sukar ditangani dibanding masalah teknis. Meskipun demikian, Hasto juga menambahkan semisal tetap ada permasalahan teknis seperti pemetaan timbulan sampah yang akurat supaya penempatan TPS lebih tepat.
Dari isu sampah, diskusi beralih ke penjabaran program kerja pemkot, seperti adanya aplikasi UMKM bernama Nglarisi, perencanaan trotoar layak disabilitas, masterplan Kampung Tematik, dan perwujudan Kota Hijau Berkelanjutan oleh Kepala Bappeda Agus Tri Haryono. Selain itu, Agus juga menyampaikan terkait respons pemerintah terhadap adanya beberapa tol anyar yang melewati ataupun finis di Yogyakarta.
Setelah pemaparan, barulah Prof. Selo menyampaikan pendapat dan usulannya, mulai dari perbaikan aplikasi Nglarisi sampai perencanaan transportasi umum yang sampai saat ini dirasa belum efektif dan efisien. Selanjutnya, tiap-tiap perwakilan departemen dari Fakultas Teknik juga menawarkan kontribusinya terhadap permasalahan yang ada dan ikut mengembangkan fasilitas yang telah ada.

DTSL menawarkan simulasi lalu lintas apabila jalan tol dibuka, DTMI melalui teknologi pencacah sampah untuk TPS, DTGD yang mampu melakukan pemetaan persampahan, DTAP lewat penataan tata kota dan arsitekturalnya, DTK dalam mewujudkan air bersih dan layak konsumsi, serta masih banyak lagi inovasi dari masing-masing departemen. Untuk menutup, Prof. Selo juga menawarkan kerja sama berupa adanya program MBKM, Kerja Praktik, dan KKN sehingga mahasiswa bisa terjun langsung menghadapi masalah.
Dengan adanya kerja sama ini, penulis berharap supaya Kota Yogyakarta dapat menjadi tempat yang makin nyaman dan terpenting bebas dari isu sampah yang tak henti-hentinya menghantui. (Humas FT: Taufik Rosyidi)