Air bersih adalah kebutuhan dasar manusia, tetapi bagi masyarakat pesisir Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, mendapatkannya bukan perkara mudah. Di Kampung Bugis dan Senggarang, air tanah memang berlimpah, tetapi kualitasnya jauh dari layak konsumsi. Tanah di kampung tersebut didominasi dengan kandungan bauksit yang membuat air sumur berwarna keruh kemerahan. Berangkat dari isu tersebut, Audi Muthia Aqila dan Puspita Dewi Cahyani (Teknik Sipil, 2022) dari Tim KKN-PPM UGM Tanjungpinang 2025 memutuskan untuk membangun sistem filter air, “Tirtakamu”.
Tim KKN-PPM UGM Tanjungpinang 2025 telah menguji kualitas air tersebut, dan mendapatkan hasil nilai pH yang rendah hingga mendekati angka empat, nilai total dissolved solid (TDS) yang melebihi standar, serta ditemukan kandungan garam dan zat besi yang cukup tinggi. Bahkan, setelah direbus, kualitas air tetap sangat buruk. Kondisi ini membuat banyak warga Kampung Bugis dan Senggarang mengalami gangguan kesehatan, seperti gigi yang rusak akibat tingginya kandungan besi.
“Airnya ada, tapi semakin digali justru kualitasnya makin buruk,” ujar Audi selaku Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit) KKN-PPM UGM Tanjungpinang 2025, sekaligus pelaksana program (12/9/2025).
Tirtakamu: Desain Rancangan hingga Implementasi di Lapangan
Proses pembuatan filter air “Tirtakamu” tak terjadi dalam semalam. Jauh sebelum KKN dimulai, tim telah melakukan serangkaian uji coba untuk memastikan sistem ini benar-benar bisa digunakan masyarakat. Audi mengungkapkan bahwa desain awal filter sebenarnya telah dirancang oleh tim KKN tahun sebelumnya. Namun, prototipe tersebut gagal berfungsi. Setelah ditelusuri, akar masalahnya terletak pada ukuran tabung yang terlalu kecil sehingga tidak mampu menahan tekanan air.
Belajar dari pengalaman tersebut, tim KKN tahun ini melakukan inovasi dengan mengganti tabung lama menggunakan FRP (fiberglass reinforced plastic). Tabung jenis ini memiliki kapasitas lebih besar, lebih kuat, dan tahan lama, sehingga memungkinkan sistem filter bekerja dengan stabil.
Filter “Tirtakamu” tidak dirancang sekadar untuk kebutuhan rumah tangga perorangan, melainkan sebagai solusi berbasis komunitas. Satu unit filter mampu menyuplai air bersih untuk lebih dari 30 rumah sekaligus. Dalam program ini, tim berhasil membangun dan menyerahkan empat set filter air kepada masyarakat Kampung Bugis dan Senggarang yang ditaruh di titik-titik strategis: posyandu, masjid, serta dua sumur komunal. Kehadiran filter ini menjadi titik balik penting, karena kini ratusan warga dapat menikmati akses air bersih yang sebelumnya hampir mustahil diperoleh.
Tak Sendiri, Kolaborasi Lintas Disiplin Jadi Kunci
Keberhasilan program ini tidak terlepas dari kolaborasi lintas disiplin tim KKN. Dari sisi ilmu kebumian, mahasiswa geologi dan geografi berperan penting dalam memetakan kondisi tanah serta menguji kualitas air sehingga permasalahan bisa dipahami secara menyeluruh. Di ranah sains dan teknik, mahasiswa saintek kemudian merancang serta memasang alat filter berbasis tabung FRP yang menjadi solusi teknis atas persoalan air bersih.
Akan tetapi, keberadaan teknologi saja tidak cukup tanpa adanya kesadaran masyarakat. Di sinilah peran mahasiswa sosial humaniora yang aktif melakukan sosialisasi mengenai pentingnya air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Upaya ini turut diperkuat oleh mahasiswa medika yang mendampingi dengan memberikan edukasi terkait dampak kesehatan akibat konsumsi air tercemar.
Perpaduan dari berbagai bidang ilmu ini membuat program KKN-PPM UGM di Tanjungpinang tidak hanya berorientasi pada teknologi semata, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan kesehatan, sehingga solusi yang ditawarkan benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat secara menyeluruh.
Menjaga Keberlanjutan, Mengalirkan Harapan
Pemasangan filter Tirtakamu bukan sekadar proyek sementara yang berhenti ketika masa KKN usai. Tim menyiapkan mekanisme keberlanjutan dengan menunjuk warga lokal sebagai penanggung jawab perawatan alat, sehingga fungsi filter tetap terjaga dan manfaatnya bisa dirasakan dalam jangka panjang. Langkah ini turut mendapat dukungan dari perangkat desa hingga Dinas PUPR Kota Tanjungpinang yang melihat potensi besar dari program tersebut.
“Kami berharap, begitu alat itu dipasang kita berharap ada yang bisa memelihara dari sana. Oleh karena itu kami menunjuk orang sebagai penanggung jawab alat ini. Dengan harapan, orang yang kita tunjuk bisa menjaga dan memelihara alat ini,” jelas Audi (12/9/2025).
Percikan Pesan dari Pesisir Tanjungpinang
Audi juga menitipkan pesan bagi mahasiswa lain yang akan melaksanakan KKN di masa mendatang. Menurutnya, pengalaman di Tanjungpinang adalah perjalanan berharga, bukan sekadar mengaplikasikan ilmu yang dipelajari di bangku kuliah, melainkan juga memahami realitas sosial dan budaya di luar Jawa.
“KKN itu kesempatan yang nggak akan kita temukan kalau bukan karena program ini. Di luar Pulau Jawa, kita bisa melihat langsung perjuangan masyarakat, sekaligus belajar bagaimana menghargai dan mengedukasi. Itu pengalaman yang mengubah pola pikir,” sebut Audi (12/9/2025).
Penulis: Radaeva Errisya
Sumber: Wawancara langsung dengan Audi Muthia Aqila (12/9/2025).
Dokumentasi: Tim KKN PPM-UGM Tanjungpinang 2025


