Dalam rentang dua tahun terakhir, permasalahan atas pengelolaan sampah menjadi pembahasan utama di kalangan masyarakat DIY pasca ditutupnya pelayanan TPST Piyungan. Timbunan sampah muncul dimana-mana karena tidak bisa langsung segera ditangani. Dalam kurun waktu Januari 2023 hingga April 2024, rata-rata timbunan sampah yang muncul di Yogyakarta mencapai 1300 ton/hari dengan kapasitas pengelolaan sampah hanya sampai 988 ton/hari, di mana hanya 150 ton sampah yang dapat diolah perharinya. Situasi ini apabila diabaikan, dampak yang muncul akibat produksi sampah yang terus meningkat akan jauh lebih besar dari apa yang dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta saat ini.
Dosen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM Ir. Ali Awaludin, S.T., M.Eng., Ph.D., IPU, ACPE., mengatakan ada banyak hal yang perlu dilakukan dalam mengatasi keadaan darurat sampah yang terjadi di Yogyakarta. Dimulai dari evaluasi kapasitas operasional seluruh fasilitas pengolahan sampah, membuat skala prioritas perbaikan atau penambahan alat dan sumber daya dengan koordinasi antar pemerintah daerah di lingkungan DI Yogyakarta, hingga pemanfaatan teknologi untuk pengelolaan sampah dan skema kebermanfaatan masyarakat sekitar wilayah pengolahan sampah.
“Upaya ini perlu dilakukan secara kolektif dengan mendorong partisipasi masyarakat yang dimulai dari tingkat desa hingga provinsi,” kata Ali Awaludin dalam rilis yang dikirim ke wartawan, Senin (10/6).
Menurutnya, banyaknya jumlah perguruan tinggi di Yogyakarta juga dapat diajak bekerja sama untuk dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan pengelolaan sampah yang sesuai dengan karakter masyarakat di Yogyakarta. Hal ini perlu dilakukan agar gerakan pengelolaan sampah yang muncul adalah gerakan yang sadar dan dapat menjadi kebiasan sehari-hari dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.
Di sisi lain, proses pengelolaan sampah di Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya, masih menggunakan metode open dumping dan landfill. Dengan kondisi yang seperti ini volume sampah akhirnya melebihi kapasitas pengelolaan. Namun, manajemen pengelolaan sampah yang benar belum terwujud dikarenakan masih mengandalkan metode open dumping dan landfill. “Tidak adanya tindak lanjut program pengelolaan sampah yang benar, situasi darurat sampah menjadi masalah menahun di Yogyakarta hingga saat ini. Mudah sekali menjumpai timbunan sampah di setiap sudut Yogyakarta,”ujarnya.
Menurutnya, manajemen pengelolaan sampah di Yogyakarta mengandalkan pola pembukaan TPA/TPS baru yang sejatinya tidak menyelesaikan permasalahan sampah yang ada. Alih-alih menyelesaikan masalah, desentralisasi TPA/TPS ini menimbulkan penolakan masyarakat di berbagai wilayah di Yogyakarta. Oleh karena itu, tindakan seperti illegal dumping menjadi tidak terelakkan.
Kesadaran atas pengelolaan sampah adalah tanggung jawab kolektif pemerintah dan masyarakat. Apabila sinergi antara pemerintah dan masyarakat dapat terjalin dengan baik, akan menghasilkan dampak yang signifikan dalam pengelolaan sampah itu sendiri. “Pengelolaan sampah merupakan kewajiban setiap orang dan ini perlu diikuti dengan regulasi yang jelas serta konsekuensi hukum atas pelanggaran yang muncul. Upaya ini perlu diwujudkan melalui berbagai model edukasi dan contoh kegiatan, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengelolaan sampah itu sendiri,” tegasnya.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja Sama, Fakultas Teknik UGM ini menerangkan bahwa di kampus UGM mendorong kesadaran bagi warga kampus pentingnya pengelolaan sampah. Dimulai dari upaya untuk meminimalkan volume timbunan sampah hingga pemanfaatan luaran penelitian yang dihasilkan oleh sivitas akademika. Bahkan ada himbauan terkait mengurangi penggunaan botol kemasan sekali pakai, mendorong penggunaan kemasan yang dapat didaur ulang, penjadwalan hari pengangkutan sampah berdasarkan jenisnya serta instruksi pengelolaan sampah.
Inisiatif pengelolaan dan pemilahan sampah tidak hanya muncul dari tingkat universitas. Unit-unit kerja yang ada di UGM juga melakukan kegiatan based-practice terkait pengelolaan sampah. “Saat ini tanggung jawab pengelolaan sampah tidak bisa hanya dibebankan kepada level manajemen fakultas, namun juga perlu dukungan dari segala pihak, yakni dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan pegawai lainnya.
Pengelolaan sampah berdasarkan sumber asal dengan mengkategorikan sampah berdasarkan jenisnya telah dijalankan kurang lebih hampir dua tahun dan telah menghasilkan kebiasaan bagi warga sivitas akademika Fakultas Teknik UGM yang lebih sadar akan upaya mengurangi sampah. “Kita membuat renovasi Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) Grahakara Grafika. Secara aktif, keberadaaan TPS3R sebagai upaya implementasi luaran penelitian terkait pengelolaan sampah yang dilakukan oleh dosen Teknik UGM,” katanya.
Penulis: Gusti Grehenson
Sumber: web UGM