Kondisi lingkungan yang semakin memburuk bukan hanya menjadi tantangan nasional tetapi dunia internasional. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban polusi lingkungan yaitu dengan menerapkan konsep green building. Konsep ini memiliki tiga prinsip yang harus dipenuhi, yaitu memberikan dampak negatif yang paling minimal terhadap lingkungan, mengonsumsi energi dan air paling efisien, dan menghasilkan penghuni yang semakin sehat dan produktif.
Konsep green building ini digunakan Fakultas Teknik UGM pada gedung ERIC dan SGLC sebagai salah satu upaya mengurangi beban polusi lingkungan. Dua gedung ini memiliki dua standar green building yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) dan EDGE. Untuk gedung SGLC direncanakan sampai ke level platinum atau level tertinggi pada standar GBCI serta level advance pada standar EDGE. Sedangkan, untuk ERIC direncanakan hingga ke level gold pada standar GBCI dan advance pada standar EDGE.
Untuk mencapai level tersebut, gedung SGLC dan ERIC harus memenuhi enam kriteria utama berdasarkan GBCI. Kriteria kelayakan dan penilaian tersebut, yaitu pengembangan situs tepat guna atau kesesuaian lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber daya dan siklus material, kesehatan dan kenyamanan dalam ruang, serta pengelolaan bangunan gedung dan lingkungan. Contoh upaya dari pemenuhan kriteria tersebut, seperti pengolahan air limbah, manajemen sampah, penggunaan lampu LED, penggunaan AC hanya disuhu 25 derajat celsius, keran air maksimal mengeluarkan air 2,5 liter/menit, banyak jendela dan ruangan terbuka.
Pengambilan keputusan dan target green building ini menimbulkan konsekuensi terhadap biaya pembangunan yang bertambah tetapi biaya perawatannya lebih murah dari bangunan biasa. Hal ini karena teknologi ramah lingkungan memiliki harga yang sedikit lebih tinggi tetapi konsumsi energi yang jauh lebih rendah. Berdasarkan penjelasan dari Ir. Ashar Saputra, S.T., M.T., Ph.D., IPM., ASEAN. Eng. (Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan), biaya pembangunan gedung green building untuk level platinum kemungkinan meningkat sekitar 10%. Namun, jika dihitung berdasarkan life cycle cost (LCC), biaya pembangunan hanya memiliki porsi 20%, sedangkan untuk operation and maintanance memiliki porsi yang jauh lebih besar yaitu 78% dan sisanya untuk pembongkaran. Oleh karena itu, kenaikan 10% pada 20% biaya total jauh lebih kecil daripada kenaikan 10% pada 78% biaya total.
Banyak teknologi-teknologi mutakhir yang digunakan untuk mengurangi beban lingkungan pada gedung SGLC dan ERIC. Pada gedung SGLC terdapat 900 m² panel surya yang dapat menghasilkan energi listrik sehingga mengurangi konsumsi listrik dari PLN. Selain itu, SGLC juga melakukan pengolahan air limbah menggunakan Chemical Waster Water Treatment Plant sekitar 6 buah yang terletak di halaman dan jalan sekitar SGLC untuk mengurangi kandungan polutan di air limbah yang dihasilkan.
Teknologi lain yang berfungsi untuk menghemat dan mengefisiensikan sumber daya yang digunakan sehari hari juga diterapkan di kedua gedung ini. Pertama, rain water tank untuk menampung air hujan yang ditangkap oleh gedung untuk mengurangi konsumsi air dari PDAM. Selain itu, untuk menghemat penggunaan air juga menggunakan teknologi sensor kandungan air pada tanah taman untuk menyiram tanaman dan pembatasan debit air pada keran. Dinding transparan dapat mengoptimalkan penggunaan cahaya alami didukung dengan sensor cahaya yang membatasi penggunaan lampu saat cahaya matahari mencukupi pencahayaan ruangan sehingga energi listrik dapat dihemat. Penggunaan AC hanya disuhu 25 derajat celsius dengan fresh air intake yang dapat membuat udara lebih sehat. Selain itu, setiap ruangan memiliki sensor CO2 yang akan menyalakan blower saat kandungannya lebih dari 600 ppm. Lift yang digunakan pun bukanlah lift konvensional, namun lift yang dapat menghasilkan energi saat bergerak turun.
Teknologi-teknologi yang sudah digunakan ini tidak akan berfungsi secara maksimal jika para penghuninya tidak bijak dalam menggunakan dan mengelola sumber daya yang ada. Para civitas academica diharapkan mampu mendukung konsep green building dengan menerapkan green lifesyle, seperti memilah sampah dan menggunakan tumbler. Upaya ini sangat linear dengan tujuan SDGs poin ke-3 (kehidupan sehat dan sejahtera), ke-4 (pendidikan berkualitas), ke-6 (air bersih dan sanitasi layak), ke-7 (energi bersih dan terjangkau), ke-9 (industri, inovasi dan infarstruktur), ke-11 (kota dan permukiman yang berkelanjutan), ke-12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab), dan ke-13 (penanganan perubahan iklim).
“Harapannya dampak dari green building adalah biaya operasional dan pemeliharaan lebih rendah dari bangunan biasa”, tutur Ashar Saputra.
(Humas FT: nada/sumber: wawancara Ir. Ashar Saputra, S.T., M.T., Ph.D., IPM., ASEAN. Eng., 1 Maret 2024)