Konsep kolom-kuat balok-lemah untuk bangunan bertingkat (strong column weak beam concept) sudah dikenalkan di Indonesia sejak tahun 1983 oleh para ahli dari New Zealand. Apabila masyarakat, khususnya ahli arsitek dan struktur, memenuhi konsep perancangan ini tentu akan sangat membantu dalam mengurangi korban bencana gempa bumi kuat dan sangat kuat.
Sementara itu, para pengguna/pemilik memiliki persepsi bahwa dinding yang baik harus menyatu kuat dengan kolomnya. “Karenanya mengubah konfigurasi tulangan baja berarti menambah luasan/jumlah tulangan oleh pihak-pihak penyedia jasa bisa mengubah perilaku bangunan dan mengganggu konsep yang telah direncanakan oleh para ahli struktur,” katanya di Balai Senat, Senin (28/3), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknik UGM.
Dalam pidato “Mitigasi Bencana Gempa Bumi pada Bangunan Gedung dan Jembatan-Suatu Upaya Mencegah Korban Jiwa”, Henricus Priyo menjelaskan penelitian kekuatan dan kekakuan bangunan yang dilakukan oleh seorang ahli struktur sesungguhnya tidak hanya melalui analisis numerik. Melalui uji lapangan, seorang ahli struktur mendapatkan informasi penting terkait dengan sifat-sifat struktur yang dapat digunakan untuk memperbaiki model numeriknya.
Ditambahkan Priyo, apabila proses pencocokan sifat struktur dalam batas elastiknya sudah sesuai, model numerik dapat dibebani oleh bermacam-macam bentuk beban hingga model numerik itu runtuh (non-linear analysis). Dengan demikian, pemanduan antara eksperimen dan numerik merupakan solusi paling baik dalam menyelesaikan masalah di lapangan. “Dengan cara ini kekuatan dan kinerja bangunan dapat diramalkan,” tutur pria kelahiran Yogyakarta, 15 Juli 1954 ini.
Dalam pandangan Henricus Priyo, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh para ahli dalam meramalkan gempa bumi sebagai terobosan dalam menyelesaikan masalah, termasuk gagasan Nakamura dalam meramalkan kekuatan/kemampuan bangunan menahan gempa bumi, perlu terus didorong dan dikembangkan meskipun teori-teori tersebut masih sederhana dan memiliki kelemahan.
Kelemahan teori-teori yang ada terlihat jelas pada asumsi hubungan linier antara gaya dan simpangan. “Kenyataan menunjukkan bangunan yang dibuat dari komposit baja-beton tidak memiliki sifat linear menjelang keruntuhannya karena beton akan retak sebelum baja mencapai leleh,” terang suami M.E. Sulistyowati, ayah B. Hema Ariborta, S.E. ini. (Humas UGM/ Agung)