Bayi kuning adalah gejala penyakit yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia merupakan akumulasi kadar bilirubin dalam darah yang melebihi batas normal, ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus, yakni perubahan warna kekuningan pada kulit, sklera, dan kuku. Kondisi ini berisiko menyebabkan kerusakan otak permanen, seperti kernikterus jika tidak ditangani dengan cepat. Menurut United Nations pada tahun 2023, permasalahan bayi kuning menjadi atensi penting di dunia kesehatan yang menjadi salah satu target SDGs poin ke-3 terkait kesehatan yang menjelaskan bahwa bayi kuning menjadi salah satu penyebab kematian neonatal di dunia. Berdasarkan sumber referensi dari Bhutani dkk. pada rekap data tahun 2013, setidaknya kasus hiperbilirubinemia ekstrem mencapai angka total 480.700 dan sebanyak 114.100 berakhir pada kematian.
Dalam penanganan deteksi gejala ini, terdapat metode-metode tertentu. Metode pemeriksaan kadar bilirubin untuk mengetahui penyakit bayi kuning umumnya dilakukan secara invasif melalui pengambilan sampel darah. Namun, memiliki kelemahan dalam hal risiko infeksi, rasa sakit, serta waktu yang dibutuhkan yang cukup lama untuk mendapatkan hasil pengukuran kadar. Pemeriksaan bilirubin transkutan menjadi alternatif yang lebih aman dan cepat, tetapi alat ini memiliki harga yang relatif mahal dan sulit diakses oleh masyarakat di daerah terpencil. Selain itu, bayi kuning juga harus dimonitorisasi untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia yang parah sehingga monitoring diperlukan dalam penanganan bayi kuning.
Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, tim PKM-KC dari mahasiswa UGM yang diketuai oleh Ali Mochtar A.S (Teknik Biomedis 2022), beranggotakan Luthfi Hanif (Teknologi Informasi 2022), Novanda Havid Ramadani (Teknik Biomedis 2022), Septian Eka Rahmadi (Teknologi Informasi 2022), dan Alifa Cahya Nugraha (Ilmu Keperawatan 2023) yang didampingi oleh Bapak Ridwan Wicaksono S.T., M.Eng., Ph.D., mengembangkan Prototipe Bilitronic dengan menghadirkan kebaruan dari metode sebelumnya, yakni alat deteksi cepat kadar bilirubin yang noninvasif dengan memanfaatkan machine learning dan Internet of Things.
Mekanisme sensing dari sensor Prototipe Bilitronic menggunakan metode spektrofotometri polikromatik yang diimplementasikan pada sensor RGB untuk deteksi kadar bilirubin. Implementasi machine learning juga digunakan untuk komputasi proses olah data sensornya. Tak hanya itu, fitur tambahan deteksi detak jantung dan tingkat oksigen darah juga dapat membantu pengukuran standar yang lebih efektif. Metode deteksi detak jantung dan tingkat oksigen darah menggunakan teknologi photoplethysmography yang memanfaatkan sinar inframerah untuk mendeteksi perubahan volume darah yang bergerak pada pembuluh darah. Prototipe Bilitronic juga menggunakan fitur monitoring dengan mengimplementasikan Internet of Things untuk mendukung terciptanya sistem pengawasan status kesehatan yang cerdas.
Dengan pengembangan Prototipe Bilitronic diharapkan dapat menjadi solusi dalam penanganan bayi kuning sehingga dapat mendukung program SDGs terkait permasalahan kematian neonatal yang memiliki tujuan untuk menurunkan angka kematian neonatal menjadi 12 per 1000 kelahiran hidup dan 25 per 1000 kelahiran hidup. Prototipe Bilitronic diharapkan tak hanya membantu tenaga medis dalam penanganan hiperbilirubinemia, tetapi juga memberikan solusi yang terjangkau bagi masyarakat luas. (Ali Mochtar Ahdina, Disunting oleh Humas FT: Taufik Rosyidi)