“Bapak Geoteknik” begitulah kira-kira mahasiswa DTSL memberikan julukan bagi Prof. Dr. Ir. Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng., DEA. Bagaimana tidak? Beliau telah menerbitkan lebih dari 10 buku di bidang Geoteknik dan tersebar di penjuru Indonesia. Tentu, bagi penulis dan mahasiswa DTSL lain, memiliki salah satu dari puluhan karya Prof. Hary adalah suatu hal yang dapat dipastikan.
Prof. Hary lahir di Surakarta pada 18 Oktober 1955 dan menempuh pendidikan sekolah dasar sampai menengah di sana. Barulah berpindah sekitar 60 km ke barat daya dari Surakarta guna memperoleh gelar Sarjana. Sebelum lulus dan menjadi Keluarga Alumni Teknik Sipil Gadjah Mada (KATSGAMA), yakni pada tahun 1980, beliau sudah bekerja sebagai konsultan di PT Barunadri Engineering Consultant dalam perancangan bangunan irigasi, sebagai soil mechanics engineer. Lulus dan menjadi sarjana, Prof. Hary memilih untuk beralih sedikit dari pekerjaan sebelumnya dengan menjadi seorang kontraktor di PT Brantas Abipraya (Persero) selama 4 tahun—dari 1982–1986.
Kurang lebih 6 tahun bekerja sebagai pekerja konstruksi—konsultan dan kontraktor—Penulis Buku Mekanika Tanah I tersebut lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan tingginya ke Strata 2, bahkan ke jenjang doktoral dan akhirnya alih profesi menjadi seorang dosen. “Merasa lebih cocok jadi dosen dan ada darah guru dari ayah (Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Surakarta. (Menjadi) kontraktor kurang cocok, jadi dosen lebih cocok,” jelas Prof. Hary ketika diwawancarai oleh Tim Humas FT.
Asian Institute of Technology Bangkok, Thailand, menjadi saksi “Bapak Geoteknik” tersebut mencapai mimpinya menjadi seorang master of engineering di bidang Geoteknik pada tahun 1988 setelah 2 tahun menguras pikiran dan tenaganya. Selama menjalani studi S-2, Prof. Hary sebenarnya merasa kapok, tetapi melihat semangat teman seperjuangannya, beliau ikut terpacu. “Awalnya sudah kapok di Geotechnical and Earth Resources Engineering (GTE) karena sulit sekali dengan (nilai) TOEFL saya yang sangat rendah, ga cuma saya, tetapi banyak (teman saya) orang Indonesia. Terus sampai di sini (selesai S-2) kok pada sekolah lagi ya saya ikut-ikutan,” ungkapnya. Berbekal semangat dan motivasi yang tinggi, Prof. Hary kembali melanjutkan studinya di University Joseph Fourier Grenoble Perancis. Pada tahun 1992, beliau memperoleh gelar Diplôme d’études approfondies (DEA) dan sah menjadi doktor pada tahun 1995.
Tak berhenti di situ, Prof. Hary bersama dengan Prof. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc., Ph.D, dan Ir. Maryadi Darmokumoro mematenkan “Konstruksi Perkerasan dan Pondasi dengan Sistem Cakar Ayam Modifikasi”. Kini, Prof. Hary sudah berstatus sebagai Guru Besar di Universitas Gadjah Mada setelah mengusulkan “Perkerasan Jalan Beton dengan Menggunakan Sistem Pelat Terpaku” pada pidato pengukuhannya, 4 Juni 2014 silam. Dalam pidatonya, beliau menjelaskan keunggulan Sistem Pelat Terpaku dibandingkan Sistem Cakar Ayam Modifikasi.
Terus berkarya, Prof. Hary! (Wawancara oleh Tim Humas FT pada 19 Agustus 2024, Ditulis oleh Humas FT: Taufik Rosyidi)