Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Marsekal TNI (Purn.) Dr. (H.C.) Hadi Tjahjanto, S.IP. menyampaikan pidato ilmiah dalam Rapat Terbuka Senat Fakultas Teknik untuk memperingati Hari Pendidikan Tinggi Teknik ke-78. Pidato ilmiah yang disampaikan tersebut berjudul “Integrasi Pertanahan dan Tata Ruang dalam Upaya Perlambatan Entropi sebagai pengejawantahan Falsafah memayu Hayuning Bawana”
Dalam pidato ilmiah ini, Menteri Hadi Tjahjanto menekankan pentingnya keseimbangan antara manuasia, alam, dan lingkungan serta mendorong tercapainya kesejahteraan sosial melalui partisipasi dan inklusi. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya keserasian antara kearifan lokal dan kearifan global.
Kearifan lokal yang dimaksudkan dalam hal ini berupa semboyan “Memayu Hayuning Bawana”. Jika dipahami kembali, semboyan tersebut memiliki makna yang mendalam, yaitu mencakup harmoni antara manusia dan alam dalam mencapai kesejahteraan bersama; keadilan sosial dan kesetaraan dalam masyarakat; serta inklusi sosial dan partisipasi masyarakat dalam menentukan arah pembangunan.
Partisipasi masyarakat untuk terus mempertahankan fungsi lahan adalah hal yang penting dalam upaya pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan penjagaan ekologi. Dengan adanya partisipasi masyarakat tersebut, maka tujuan dari Land Management Paradigm dapat tercapai, yaitu ruang terbuka hijau tetap pada fungsi ekologisnya, terutama untuk menyerap karbon dioksida. Partisipasi masyarakat yang bijak dalam pengelolaan lahan tersebut juga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Terjaganya lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam melalui partisipasi masyarakat juga merupakan saalah satu bentuk terwujudnya Sustainable Development Goals. Bentuk lain dari perwujudan SDGs ini juga dapat berupa penempatan peningkatan kesejahteraan manusia sebagai tujuan utama, termasuk pengentasan kemiskinan dan ketimpangan sosial. Dalam hal ini, partisipasi semua pemangku kebijakan menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pada tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dalam usaha untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, banyak tantangan yang harus dihadapi, salah satunya tantangan entropi. Tantangan entropi ini dapat berupa keterbatasan sumber daya, baik berupa finansial, teknologi, maupun SDM; praktik-praktik penggunaan energi tidak terbarukan secara berlebihan dan pengelolaan sampah yang belum baik; ketidakpastian politik dan hukum yang menghambat penerapan kebijakan atau regulasi yang mendukung perlambatan entropi; serta ketidaksetaraan pengetahuan yang menjadikan kurangnya kesadaran atau pemahaman tentang masalah entropi.
Masalah entropi dapat dihambat dengan berbagai cara, di antaranya pendaftaran tanah untuk pengendalian tata kelola; pengaturan tata ruang; dan sinergi antara pertanahan dan tata ruang. Pertanahan dan tata ruang masuk dalam Program Strategi Nasional. Pendaftaran tanah di Indonesia menargetkan 126 juta bidang masuk ke dalam program reforma agraria. Reforma agraria sendiri memiliki target 9 juta hektar tanah, dengan 4.5 hektar tanah berupa penyelesaian legalisasi dan 4.5 hektar lainnya berupa program redistribusi tanah yang bersumber dari pelepasan kawasan hutan dan eks HGU, termasuk tanah terlantar dan tanah negara lainnya.
“Rekayasa keteknikan dalam seluruh kegiatan pemanfaatan tata ruang beserta peran ilmu keteknikan dalam mengembangan riset dan inovasi ini sangat menentukan agar tercapainya kehidupan yang berkualitas dan berkelanjutan,” kata Menteri Hadi Tjahyanto menutup pidato ilmiahnya. (Salsabila A. A.)