Rejeki datang dari berbagai arah. Ada yang cepat, ada yang lambat. Ada yang dianggap cukup, ada yang masih perlu ditambah karena berbagai kebutuhan. Untuk memperoleh rejeki tersebut, terkadang harus bekerja di beberapa tempat dan beberapa peran yang berbeda pula. Kerap ditemui, baik diberitakan di media maupun tidak, informasi tentang pegawai yang nyambi membuka warung, jualan online, maupun makelar jual beli. Hal ini juga terjadi di lingkungan Fakultas Teknik UGM.
Priyanto, akrab dipanggil Mas Pri, selain sebagai staf di bagian Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, juga menggeluti bisnis. Pada awalnya Mas Pri memcoba bisnis jual beli makanan kecil, kemudian pernah pula jual beli mobil second. “Awalnya saya itu palugada, apa yang elu butuhkan, gua ada,” ungkapnya. Namun karena tak memiliki pengetahuan mesin yang memadai, akhirnya Mas Pri menghentikan bisnis kendaraan second, berpindah ke jual beli properti, baik tanah maupun bangunan. Area kerjanya di DIY dan sebagian kecil Jawa Tengah.
Jual beli properti, menurut Mas Pri, harus ditopang oleh kemampuan marketing yang baik, serta tentu saja kemampuan mencari koneksi, hubungan baik dengan para developer, dan berbagai jejaring informasi jual beli tanah.
Keseriusannya dalam menggeluti bisnis sampingan ini, dibuktikan dengan membangun jenama sendiri, yaitu Satwika. Informasi bisnis propertinya ada dalam jenama tersebut. “Karena bisnis itu sangat dinamis, maka diperlukan keseriusan dan konsistensi dalam menjalankannya sebagai side job (pekerjaan sampingan),” ungkapnya.
Mas Pri menjalankan bisnisnya ini di Sabtu dan Minggu atau hari libur kerja, serta waktu-waktu setelah pulang kerja. Tawaran properti dagangannya juga disampaikan pada sesama rekan kerja. Tak jarang, Mas Pri juga berbagi ilmu bisnis properti pada rekan-rekan kerjanya. Mas Pri berharap bisnisnya juga dapat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan pokok rekan-rekannya, utamanya pada aspek papan. Jumlah properti yang berhasil dijual, Mas Pri tidak punya catatan pastinya, namun kisaran nilainya sudah mencapai milyaran. “Nilai properti yang berhasil saya jual, sejak awal bisnis mencapai 40M,” ungkapnya.
Bisnis ini tidak dilakukan sendiri, melainkan bersama keluarga, utamanya istri yaitu Nikivida Damayanti yang juga mengabdi di UGM. Demikianlah seharusnya, selain meraih pendapatan tambahan, bisnis di luar kerja juga dapat mempererat hubungan keluarga. Hal ini tentu saja juga mendukung kesehatan mental serta hidup seimbang (work life balance).
****
Baik dosen maupun tenaga kependidikan tentu ingin mencapai hidup sejahtera. Salah satunya dengan menambah pemasukan melalui berbisnis. Menggeluti bisnis sampingan, bagi tenaga kependidikan memiliki tantangan tersendiri. Jika dosen dapat memperluas fungsi ilmunya untuk menarik pendapatan tambahan, didukung dengan jejaring alumni satu rumpun ilmu yang setiap tahun akan selalu bertambah; tendik memiliki caranya sendiri. Tendik harus berfikir lebih kreatif.
Seperti yang dilakukan Mas Pri, pendapatan tambahan tenaga kependidikan tidak selalu terkait erat dengan profesi atau fungsinya di kampus. Selain kreatif, tenaga kependidikan juga harus lebih berani ambil risiko mencoba berbagai jenis bisnis. Aspek kreatif dan berani mengambil risiko ini, diharapkan juga menular dalam melaksanakan pekerjaan di Fakultas Teknik. (Purwoko)