“Algaerium dirancang untuk dipasang di dalam ruangan, sedangkan Algaetree dirancang untuk outdoor dan sangat cocok ditempatkan pada perempatan jalan dengan tingkat polusi CO2 dari kendaraan bermotor yang sangat tinggi. Bisa juga ini ditempatkan di ruang terbuka hijau, untuk memproduksi oksigen dan menjaga kualitas udara agar tetap segar,” ungkap Nugroho yang merupakan peneliti Fakultas Teknik UGM.
Mikroalga adalah mikroorganisme yang hidup di air tawar atau laut, yang melakukan fotosintesis untuk berkembang biak dengan sinar matahari dan CO2. Pada luasan yang sama, mikroalga mampu menyerap CO2 sebanyak 25 kali lebih banyak dibanding tanaman lain.
Algaerium mengaplikasikan teknologi dekarbonisasi atau penyerapan CO2 dengan mikroalga. Alat ini cocok untuk ditempatkan di dalam ruangan, untuk menyerap CO2 beserta polutan berupa volatile organic compounds, seperti bau cat, karpet, parfum, dan lainnya, yang terperangkap di dalam ruangan.
Polutan ini menjadi berbahaya karena dapat memicu apa yang disebut sebagai sick building syndrome (SBS), yang bisa mengakibatkan terjadinya penurunan kesehatan mental, memengaruhi kinerja otak, menaikkan potensi sakit kepala dan flu, serta iritasi mata.
“Pada bangunan dan gedung pencakar langit semua sisi ditutup agar udara panas dari luar tidak masuk saat pendingin dinyalakan. Hanya saja konstruksi semacam ini akan menimbulkan polutan seperti CO2 dan VOCs, dan ini akan memicu SBS,” jelas Arief, Direktur Center of Excellence for Microalgae Biorefinery, Pusat Studi Energi UGM.
Ia menambahkan, di samping sebagai tempat kultivasi mikroalga dengan teknologi bioreaktor, desain Algaerium memungkinkan alat ini menjadi tempat bercengkerama dan bersantai, atau sekadar berfoto karena desainnya yang unik. “Algaerium juga sering dipakai berselfie, mengingat secara keseluruhan desainnya juga sangat instagramable,” tuturnya.
Berbeda dengan Algaerium, Algaetree yang berfungsi untuk mengurangi paparan CO2 di jalanan dan ruang terbuka publik memiliki desain berupa tabung fotobioreaktor berisi mikroalga yang menjulang ke atas, dengan permukaan yang dapat menyerap CO2.
Algaerium dan Algaetree merupakan luaran Program Matching Fund Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Tahun 2022-2023, dan kerja sama antara PT. Solusi Bangun Indonesia (SBI) Tbk Cilacap, unit usaha dari PT Semen Indonesia (Persero) Tbk atau SIG, dengan UGM.
Di kompleks pabrik PT SBI di Cilacap, tim mikroalga UGM juga berhasil melakukan inovasi sistem kultivasi kolam terbuka dengan menggunakan sistem bubbling. Kelebihan sistem ini adalah akan banyak CO2 yang terserap oleh mikroalga, dan tim UGM telah berhasil membangun sistem kultivasi mikroalga dengan kapasitas 100.000 liter yang digunakan untuk menyerap CO2 dari pabrik semen.
Penulis: Pusat Unggulan Iptek (PUI-PT) Mikroalga, PSE UGM
Editor: Gloria