Pesawat tanpa awak Ashwincarra besutan tim Gamaforce UGM berhasil unjuk kebolehan mengarungi langit Istanbul Turki. Rasa bangga bukan hanya karena bisa memamerkan karya di negara lain, tetapi juga berhasil membawa kemenangan yang mengarumkan nama universitas dan Indonesia di mata dunia. Ashwincarra berhasil meraih juara 3 setelah sebelumnya berkompetisi dengan 345 tim lain dari berbagai negara di dunia dan bersaing dengan 20 robot terbang tangguh lainnya pada final di Turki.
Namun, siapa sangka prestasi itu tidaklah diperoleh dengan mudah. Sebab, robot terbang rakitan mahasiswa UGM itu sempat mengalami kerusakan berat, tepatnya saat melalui perlombaan di ronde terbang ketiga. Ashwincarra sempat mengalami kesulitan landing karena faktor cuaca yang tidak bersahabat.
“Sempat mengalami hard landing karena saat itu angin bertiup cukup kencang sehingga mengakibatkan sayap pesawat rusak,” jelas ketua tim Gamaforce, Ariefa Yusabih, saat konferensi pers dan demo terbang Ashwincarra di Lapangan Pancasila, lembah UGM, Kamis (25/9) .
Tidak hanya kerusakaan saat ronde tiga, gangguan kembali dialami tim Gamaforce saat menerbangkan Ashwincarra saat ronde keempat. Kala itu pesawat mengalami tabrakan di udara dengan pesawat tim lain. Tabrakan itu mengakibatkan kerusakan cukup fatal yang menyebabkan sayap dan badan pesawat hancur. Sementara mereka hanya diberi waktu selama dua jam untuk melakukan perbaikan pesawat serta harus melalui technical inspection ulang untuk memastikan komponen pesawat telah sesuai dengan standar yang ditetapkan juri baik secara fisik maupun komunikasinya.
“Jadi, dalam dua jam tim Gamaforce harus memasang ulang, memindahkan semua komponen elektronis pesawat ke badan pesawat cadangan, lalu memperbaiki sayap yang rusak. Kondisi tersebut benar-benar menguras tenaga dan pikiran tim agar bisa menyelesaikan perbaikan tepat waktu,” paparnya.
Dia mengungkapkan pada kompetisi itu setiap tim diwajibkan harus mengikuti minimal 5 ronde terbang. Tim Gamaforce berhasil menyelesaikan 5 ronde terbang setelah melampaui berbagai rintangan di dalamnya. Dalam babak final robot Ashwincarra terbang bersamaan dengan 9 pesawat tim lain. Setiap pesawat dituntut untuk berhasil mengikuti dan mengunci lawan sekaligus harus bisa menghindar dari kunci pesawat lainnya. Apabila pesawat yang diterbangkan dikunci pesawat lawan maka akan mendapatkan pengurangan poin dari juri.
“Tidak mudah untuk melakukan semua hal itu sekaligus, ditambah area terbang tidak terlalu luas sekitar 300×500 meter sehingga kemampuan pilot mengendalikan pesawat dan performa pesawat sangat menentukan, terutama saat melakukan manuver,” urainya.
Nyatanya hasil tidak mengkhianti usaha. Kerja keras yang dilakukan tim Gamaforce berhasil membuahkan hasil manis. Ashwincarra yang merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia akhirnya dinyatakan sebagai juara tiga dari kategori fixe wing pada Teknofest Fighter Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Competition yang berlangsung pada 10-14 September 2019 di Istanbul, Turki
Ashwincarra merupakan UAV tipe fixed wing dengan kemampuan manuver tinggi yang mampu lepas landas, mendarat, jelajah, kemudian mendeteksi, mengunci, dan mengikuti UAV lain baik secara manual dan mandiri menggunakan sistem kecerdasan buatan. Dengan bobot 3,8 Kg pesawat ini memiliki kecepatan 150 Km/jam yang menjadikannya paling unggul dalam mengejar pesawat lawan maupun menghindar dari kemungkinan terkunci oleh pesawat lawan.
“Pesawat ini bisa terbang hingga 40 menit dengan jarak terbang hingga 500 meter,” jelasnya.
Pesawat dilengkapi dengan telemetry 433MHz 100mW, Modul GPS, dan sensor kamera 8 megapiksel. Selain itu juga First Person View (FPV) Camera dengan FOV 165° at 1080@60fps, Flight Controller Pixhawk , Electronic Speed Controller (ESC) 100A, Video Transmitter 5.8GHz, serta baterai litium 15Ah 14.8V 65C.
Ashwincarra dikembangkan oleh tim Gamafroce yang terdiri dari beberapa mahasiswa dari Fakultas Teknik, MIPA, serta Sekolah Vokasi. Mereka adalah Ariefa Yusabih (ketua), Fauni Ambarsari (manajer), Dwi Novarifanto (elektronis dan ground control station), Baskara (progamer), Eko Putra Wijaya (pilot), serta Ery Setiawan (mekanis). Pengembangan dilakukan dibawah bimbingan Dr. Andi Dharmawan, S.Si., M.Cs dan Dani Adhipta, S.Si., M.T. (Humas UGM/Ika; foto:Firsto)
Sumber: https://ugm.ac.id/id/berita/18507-kisah-pesawat-ashwincarra-menaklukan-langit-istanbul-turki