YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada bersama ITB dan ITS ditunjuk sebagai tim independen untuk bergabung dengan tim profesional guna melakukan investigasi penyebab keruntuhan jembatan kutai kertanegara (kukar). Rencananya, tim tersebut bekerja selama 30 hari ke depan untuk mengumpulkan fakta dan data mengenai penyebab terjadinya keruntuhan serta hasilkan rekomendasi untuk mengantisipasi kejadian serupa pada jembatan panjang yang ada di Indonesia.
“Pertemuan DPR dan pemerintah tadi malam, akan dibentuk tim independen dari kalangan universitas dan profesional. Ada 3 Perguruan Tinggi terlibat, UGM, ITB dan ITS dan tidak menutup kemungkinan ada penambahan tim independen dari perguruan tinggi lain,” kata Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat sekaligus staf ahli menteri PU, Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., kepada wartawan dalam memberikan keterangan hasil tim investigasi UGM tentang penyebab keruntuhan jembatan kukar di kampus UGM, Kamis, Jumat (2/12). Ikut serta mendampingi dari tim teknis UGM Prof. Ir. Bambang Suhendro,M.Sc., Ph.D.,Ir. Henricus Priyo Sulistyo, M.Sc., Ph.D. dan Dr-Ing. Ir Andreas Triwiyono, Dr. Adhy Kurniawan, ST., dan Ir. M. Nur Ilham, M.T
Danang mengatakan sehari setelah jembatan runtuh, UGM mengirim tiga orang meninjau langsung kondisi jembatan setelah runtuh. Tiga orang yang dikirim tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit, Dr. Adhy Kurniawan, ST., dan Ir. M. Nur Ilham, M.T. Menurut Danang hasil investigasi lapangan tersebut kemudian dianalisis secara ilmiah untuk menghasilkan rekomendasi kepada kementerian PU untuk mengambil langkah lebih lanjut.
Nur Ilham menyampaikan dari hasil di lapangan muncul banyak rumor yang muncul di masyarakat diantaranya sebelum runtuh jembatan ditabrak oleh kapal tongkang, selain itu dikatakana bahwa jembatan tidak mampu menahan beban yang melebihi kapasitas. “Saya memotret fakta di lapangan. Yang jelas dari yang ada, kabel utama yag diimpor dari Kanada tidak apa-apa, Kabel penggantung dari Austria tidak apa-apa. Namun pada baut dan mur mengalami gagal geser dan pada mur baut pada sambungan tersebut terdapat besi tua hasil produksi lokal yang sudah menghitam dan retak,” katanya.
Ketua Tim investigasi UGM Prof. Ir. Bambang Suhendro,M.Sc., Ph.D., mengatakan keruntuhan ada indikasi seiring berjalannya waktu, kekuatan, kekakuan, stabilitas, dan serviceability mengalami degradasi sehingga tak memenuhi syarat lagi. Menjelang keruntuhan, komponen kabel utama, hanger, rangka/truss jembatan, pylon, fondasi, dan angkur blok teramati masih berfungsi baik. “Satu-satunya komponen vital yang diduga kuat mengawali atau memicu terjadinya keruntuhan adalah sistem sambungan antara kabel utama dengan hanger (kabel penggantung),” tandas Bambang.
Fakta juga menunjukkan, klem masih utuh, namun baut dan mur mengalami gagal geser. “Fenomena kegagalan geser merupakan fenomena kegagalan material yang bersifat getas atau brittle sehingga terjadinya secara tiba-tiba tanpa diawali dengan gejala misalnya lendutan atau deformasi yang membesar terlebih dulu,” jelasnya.
Meski diakui masih perlu ditindaklanjuti pembuktiannya, tim teknis UGM memiliki hipotesis, mengapa sistem baut dan mur sambungan mengalami kegagalan geser. “Perlu diingat, ada dua atau tiga saja sistem sambungan dari seluruh sambungan yang ada mengalami kelelahan bahan maka efek domino keruntuhan akan terjadi,” tandas Bambang.
Tim investigasi UGM menyarankan, sebaiknya reruntuhan jembatan gantung Kukar dimuseumkan sebagai bahan pembelajaran. Akan lebih baik kalau membangun jembatan baru. Tapi lebih ideal jika membangun jembatan dengan model ‘cable stayed’, seperti jembatan Suramadu, ketimbang model jembatan gantung seperti jembatan yang runtuh. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
sumber: ugm.ac.id