Target eksplorasi emas di Indonesia saat ini telah berfokus pada sabuk metamorf, serta proses pengayaan primer mineralisasi logam mulia di Indonesia mulai ditemukan. Eksplorasi tipe endapan emas ini berhubungan dengan ketiadaan batuan plutonik atau busur magmatik/vulkanik meskipun asal sumber biji dan fluida dikaitkan dengan adanya magmatisme atau proses vulkanisme. Hal inilah yang mendasari Herfien Samalehu untuk tertarik meneliti tentang adanya proses pengayaan emas dalam bantuan metamorf yang ada di Pulau seram. Dalam penelitiannya, kandidat doktor dalam bidang geologi ekonomi ini mengambil lokasi penelitian di daerah Iha – Luhu dan Tamilouw- Haya yang berlokasi di lengan Barat dan selatan Pulau Seram, Indonesia. Secara geologi, kedua lokasi ini mewakili batuan metamof Kompleks Taunusa dan Kompleks Tehoru yang tersebar di Pulau Seram.
“Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontrol geologi mineralisasi hidrotermal, karakteristik mineralisasi bijih, geokimia dan alterasi hidrotermal, karakteristik fluida hidrotermal serta model genetik endapan cinnabar dan emas di Iha – Luhu dan Tamilouw – Haya,” kata promevendus Herfien Samalehu pada sidang tertutup di Teknik Geologi UGM tanggal 8 Oktober 2021.
Pada peneltian doktornya, Herfien memulai penelitian dengan kegiatan investigasi dilapangan (fieldwork) untuk pengambilan sampel, pemetaan geologi, alterasi dan mineralisasi serta dilanjutkan dengan analisis laboratorium yang meliputi petrografi, sayatan poles, geokimia bijih, geokimia batuan, kimia mineral dan elemental mapping, analisis jenis lempung serta inklusi fluida.
“Karakteristik endapan cinnabar di Iha – Luhu terbentuk dalam 2 jenis urat (fracture-related mineralization) dan diseminasi (disseminated) dalam host batuan metapelitik dan filit kuarsa-muskovit yang dikontrol oleh sesar – sesar berarah utara barat laut – selatan menenggara dan timur laut – barat daya. Selain itu, endapan emas dan logam dasar di Tamilouw – Haya di identifikasi dengan adanya mineralisasi pirit, kalkopirit, emas, sfalerit, galena, pirhotit, tetrahedrit-tenantit, markasit, arsenopirit, cinnabar, kalininit serta realgar” pungkas Pegawai Dinas Energi dan Sumberdaya mineral Provinsi Maluku ini.
Dalam penelitiannya, Herfien menemukan mineralisasi di Bukit tembaga, Iha – Luhu terdiri dari cinnabar (±metacinnabar), arsenopirit, stibnit, sfalerit, hematit, minor pirit±pirhotit dengan gangue terdiri dari kuarsa, illit, smektit dan kaolinit. Ia juga mengungkapkan bahwa bijih cinnabar mengandung kelimpahan Zn, Sb, Fe, As, menunjukan kehadiran logam mulia (Au) serta kandungan merkuri (Hg) sangat tinggi mencapai 72,4%. Dari Analisis inklusi fluida menunjukan bahwa pembentukan cinnabar di Bukit Tembaga antara 261-336o C dengan salinitas berkisar 0,70-4,65 wt.% NaCl.eq. Disisi lain, endapan Tamilouw – Haya dicirikan dengan 3 jenis urat kuarsa/kuarsa±karbonat sebagai pembawa bijih (Ore – bearing fluids) yang sejajar dan memotong perlapisan batuan metamorf.
Berdasarkan karakteristik alterasi, mineralisasi serta fluida hidrotermal, Herfien menggolongkan endapan cinnabar dan emas di Iha – luhu dan Tamilouw – Haya sebagai endapan epigenetik pada zona epizonal – mesozonal selama orogenesa Seram (3,4 – 16 Juta tahun yang lalu).
“Peneltian ini sebagai tonggak awal penemuan emas dalam batuan metamorf di pulau Seram yang nantinya perlu dikembangkan dengan penelitian berkelanjutan yang lebih detail. Dengan penelitian ini dapat menjadi investasi masa depan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan Asli Daerah di Maluku,” Pungkas Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Ahli Geologi Indonesia 2020 – 2023 ini.