Kesempatan untuk menjadi bagian dari program IISMA merupakan hal yang sangat menantang sekaligus menyenangkan. Program baru yang diinisiasi oleh Kemendikbud ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah kita sangat serius untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, khususnya mahasiswa, demi masa depan bangsa.
Selama satu semester, saya dan mahasiswa lain diberi kesempatan untuk berkuliah di perguruan tinggi top di dunia. Harapan dari program ini, mahasiswa dapat mempelajari hal-hal yang tidak ada di dalam jurusannya, dapat menjalin relasi dengan komunitas internasional, mempelajari budaya di luar negeri, dan memperkenalkan budaya kita kepada mereka.
Saya mendapat kesempatan berkuliah di University of Twente (UT), yang berada di Kota Enschede, Belanda. Saya belajar dua course yaitu Geo Information Systems (GIS) pada kuartil pertama dan Earth Observation (EO) pada kuartil kedua yang ada di Fakultas Geografi UT atau sering disebut ITC Faculty.
Ketertarikan pada teknologi dan kebumian menjadi modal awal saya dalam mengambil dua course tersebut. Saya belajar teknologi penginderaan jauh secara mendalam, serta mempelajari penggunaannya untuk kepentingan manusia. Hal yang cukup mengejutkan bagi saya adalah course tersebut tidak hanya mempelajari mengenai teknologi dan kebumian, namun juga mempelajari mengenai sosial, politik, ekonomi dan kode etik.
Fasilitas pendidikan yang tersedia sangat mendukung agar mahasiswa dapat belajar dengan optimal. Selain itu, hubungan pengajar dan mahasiswa juga sangat baik. Di kelas, mahasiswa sangat aktif dalam berdiskusi, menanyakan hal yang tidak dipahami, dan memberi masukan kepada pengajar untuk pembelajaran yang lebih baik. Di lain sisi, pengajar juga sangat terbuka akan adanya diskusi dan masukan. Tak jarang setelah selesai perkuliahan, mahasiswa makan siang di kantin, duduk satu meja dengan para pengajar dan berdiskusi atau sekedar mengobrol hal-hal ringan.
Perkulian di Belanda, dalam satu tahun dibagi menjadi empat periode. Tiap periode, mahasiswa berhak untuk mengambil sebuah full course atau mengambil minor course. Sistem penilaian di sini menggunakan skala 1 – 10 dengan nilai 6 sebagai syarat lulus dari course yang diambil. Nilai didapat dari bermacam cara seperti Assignment, Final Project, Quiz, dan Exam. Mahasiswa punya kemandirian yang sangat tinggi. Saya sangat sering belajar mandiri, membaca buku di perpustakaan, dan mencoba exercise yang diberikan dosen. Kemandirian sangat dituntut untuk dapat melewati course yang diambil.
***
Selama lebih kurang tiga bulan saya tinggal di sini, banyak hal di luar akademik yang saya pelajari. Salah satu hal yang sangat penting adalah budaya tepat waktu, mandiri, dan taat peraturan. Orang Belanda sangat menghargai waktu. Ketika memiliki janji kepada teman atau pengajar, kita tidak boleh sampai terlambat. Lima menit keterlambatan sudah bisa dikategorikan sebagai tidak sopan. Tapi hal itu tidak berlaku apabila kita sudah memberikan informasi bahwa ada halangan yang membuat kita terlambat. Tetapi janji harus tetap dipenuhi.
Saya tinggal di ITC Hotel, yang dihuni oleh puluhan hingga ratusan mahasiswa internasional yang menimba ilmu di UT. Seringkali, saya hang out beberapa teman-teman dari luar Indonesia hanya untuk sekedar ngobrol, bermail billiard yang disediakan hotel, memasak dan jalan-jalan ke pusat kota. Saya juga ikut beberapa program kuliah umum yang diselenggarakan UT untuk menjalin relasi dengan mahasiswa internasional lain. Tak lupa, saya juga mengikuti kegiatan yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Kota Enschede.
Semua tempat penting di kota ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Bila membutuhkan waktu yang lebih singkat, sepeda menjadi pilihan paling baik. Di sini, pejalan kaki dan pesepeda diberikan fasilitas jalan yang sangat bagus. Berjalan 1 hingga 2 km tidak melelahkan. Selain datar, di sini udara juga dingin dan sangat sering berawan sehingga tidak panas saat berjalan baik untuk pergi ke kampus atau sekedar jalan-jalan di kota. Sistem transportasi umum juga sangat baik, bus dan kereta adalah pilihan utama untuk perjalanan yang cukup jauh. Cukup dengan kartu transportasi personal, saya bisa naik kendaraan umum. Khusus untuk kereta, saya membayar 30 euro untuk langganan akhir pekan kereta belanda. Dengan itu, ketika akhir pekan tiba, saya bisa explore Negara Belanda dengan kereta.
Semua hal yang saya sebutkan tadi, pada akhirnya adalah sebuah langkah baru bagi saya untuk mengembangkan diri, menambah wawasan dan memperluas koneksi dengan pelajar dan tenaga pendidikan di luar negeri. Ketika saya kembali, saya bertekad dan berkeinginan untuk dapat menyebarkan kebaikan dan memberikan manfaat kepada bangsa saya. Dimulai dari diri saya sendiri, orang terdekat, masyarakat sekitar, dan akhirnya, suatu saat saya bisa memberikan sedikit pengetahuan saya untuk bangsa saya maju dan terus berkembang. (Satria Widi Kartika – Teknik Geologi FT UGM/Editor: Purwoko)