Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun inflamasi sistemik kronis secara signifikan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, kehidupan sehari-hari, dan kegiatan sosial karena menyebabkan peradangan dan kerusakan struktur sendi dan tulang. Peradangan ini sering kali menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan kerusakan sendi secara permanen. RA sering kali tidak diketahui gejala dan penyebabnya sehingga diagnosisnya juga terlambat. Parahnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui tentang penyakit RA, serta aksesnya minimum dalam mendapat diagnosis dini RA di fasilitas kesehatan. Untuk itu, diperlukan penemuan alat deteksi dini yang akurat sehingga memungkinkan intervensi lebih awal dan memperlambat perkembangan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup penderita RA.
Berdasarkan data WHO pada tahun 2019 sebanyak 18 juta orang hidup dengan rheumatoid arthritis. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan sehingga penderita RA harus melakukan pengobatan dan penanganan jangka panjang, pun, adanya terapi hanya digunakan untuk meringankan dan meredakan gejala. Jika RA didiagnosis tepat waktu, gejala dan perkembangannya dapat dikontrol dengan pengobatan farmakologis, dan fungsi optimal dapat dipertahankan melalui rehabilitasi (termasuk penggunaan produk bantuan). Dalam kasus dengan kerusakan sendi yang parah, prosedur pembedahan—termasuk penggantian sendi—dapat membantu memulihkan gerakan atau mengelola rasa sakit serta mempertahankan fungsi fisik.
Menanggapi hal tersebut, tim mahasiswa UGM berinisiatif untuk mengembangkan inovasi alat deteksi dini RA untuk menekan jumlah pasien penyakit yang dapat merusak struktur sendi dan tulang tersebut setiap tahunnya, melalui teknologi termografi inframerah untuk melihat persebaran suhu pada telapak tangan yang didukung dengan teknologi machine learning untuk meningkatkan keakuratan diagnosis.
Penelitian ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karsa Cipta (PKM-KC) tahun 2024 yang memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Riset ini juga berhasil lolos dalam kompetisi Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke-37 tahun 2024 di Universitas Airlangga pada 14–19 Oktober mendatang. Ide ini digagas oleh Awaliya Shabrina, mahasiswa Program Studi Teknik Biomedis dan dikembangkan bersama empat orang rekannya, yakni Laila Nur Rizqi Tasnimiyah (Teknik Elektro), Javana Avita Prameswari (Kedokteran), Amir Fren Afrizal (Teknologi Rekayasa Elektro), dan Muhammad Irfan (Ilmu Komputer) di bawah bimbingan Dr. Eng. Ir. Prapto Nugroho, S.T., M.Eng., IPM.
Awaliya Shabrina yang memimpin jalannya riset ini, mengatakan bahwa rheumatoid arthritis merupakan penyakit yang membahayakan apabila tidak segera dilakukan pencegahan, karena dapat mengubah struktur dan fungsionalitas sendi dan tulang pada anggota gerak. Terlambat mendiagnosis RA dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup hingga kecacatan permanen. “Penyakit rheumatoid arthritis akan terus meningkat tiap tahunnya, salah satu penyebabnya dikarenakan diagnosis yang terlambat dan kurangnya pengetahuan dan informasi terkait penyakit ini.” ujarnya.
Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan pemeriksaan RA masih menggunakan alat invasif dan besar. Melihat fakta tersebut, Tim UGM berinisiatif untuk merancang sebuah prototipe diagnosis RA yang bisa digunakan di mana saja dan kapan saja. Hal ini tentunya akan membuat banyak masyarakat dapat memanfaatkan prototipe tersebut di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia, termasuk di daerah-daerah terpencil karena alat ini mudah untuk dibawa.
Prototipe tersebut diberi nama ReuMate, alat pendeteksi dini rheumatoid arthritis menggunakan machine learning terintegrasi mobile app. Pengembangan prototipe deteksi dini RA yang bersifat non-invasive dan portabel dengan integrasi metode termografi inframerah dan machine learning (ML) diperlukan untuk meningkatkan akurasi deteksi kondisi RA pada telapak tangan, serta menyediakan akses informasi edukatif mengenai penanganan dan pencegahan penyakit tersebut. Selain itu, alat ini juga dilengkapi dengan informasi edukasi terkait penanganan dan pencegahan penyakit RA yang dapat diakses dengan mudah. Perancangan prototipe ini bermanfaat untuk membantu pendeteksian penyakit RA sedini mungkin secara non invasive, memungkinkan penanganan cepat agar kondisi tidak semakin memburuk, monitoring penanganan, dan edukasi untuk pasien RA melalui mobile app.
Inovasi ReuMate tidak hanya meningkatkan akses layanan kesehatan, khususnya di daerah terpencil, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Dengan deteksi dini RA, ReuMate memungkinkan pengobatan yang lebih efektif, meningkatkan kualitas hidup penderita, dan mendukung pencapaian SDG 3 (Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan). Kemudian, ReuMate juga berkontribusi pada SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang RA melalui fitur edukasi dalam aplikasinya. (Shabrina, Disunting oleh Humas FT: Taufik Rosyidi)