Tim peneliti bambu dari Fakultas Teknik dan Sekolah Vokasi UGM selenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Penguatan Ekosistem Industri Hijau Bambu Nasional (Rabu, 13/12/2023).
Kegiatan ini menjadi bagian dari usaha peningkatan industri berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia, dalam upaya merespon global warming melalui pemanfaatan potensi bambu. Bambu yang dapat tumbuh secara cepat, menjadi komponen berharga dalam pelestarian lingkungan. Dukungan pada pertumbuhan dan penggunaannya secara berkelanjutan, tentu saja punya dampak potisif yang besar pada lingkungan hidup.
FGD ini diikuti oleh akademisi, pemerintah, dan industri. Sebagai pembicara kunci yaitu Prof. Dwikorita Karnawati (Kepala BMKG), Dr. Muhammad Zainal Arifin, S. Hut., M.Si. (Direktur Konservasi Tanah dan Air, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dan Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Aset, dan Sistem Informasi UGM Arief Setiawan Budi Nugroho yang hadir pada agenda ini menggarisbawahi kelebihan bambu. Salah satunya bambu memiliki waktu panen lebih cepat, jumlahnya besar dan dapat berperan dalam proses mitigasi perubahan iklim. Wakil Rektor berharap, di kemudian hari ekosistem dan rantai pasok industri bambu akan lebih baik, serta didukung oleh kebijakan pemerintah.
Dekan FT UGM, Prof. Ir. Selo mengapresiasi tema FGD, utamanya terkait bambu yang dapat menjadi bahan bangunan dalam upaya dukungan pada pembangunan berkelanjutan atau SDGs, serta menghadapi atau mitigasi ancaman pemanasan global.
Senada dengan Wakil Rektor, Dekan berharap diskusi dapat melahirkan atau merumuskan pemikiran tentang supply chain dari hulu ke hilir, dan kemudian diimplementasikan.
Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati menyoroti potensi kekeringan yang mungkin terjadi. Kekeringan tersebut tentunya akan berdampak pada kesulitan air hingga krisis pangan secara global. Kekeringan ini dapat diantisipasi dengan mitigasi yang dilakukan sejak sekarang. Mitigasi dapat dilakukan dengan mengembangkan bambu, terutama sebagai penyerap karbon.
Upaya mitigasi perubahan iklim dengan bambu dilakukan melalui tiga cara utama, yaitu penyerap karbon biomassa bambu, penyimpanan karbon produk bambu, dan proyek karbon bambu. Bambu sebagai penyerap karbon telah terbukti secara ilmiah. Berdasarkan penelitian oleh Kuehl dkk (2013), bambu terbukti menjadi penyerap karbon yang sangat efektif dan digunakan oleh pemerintah Cina untuk mengatasi perubahan iklim.
Indonesia memiliki kesempatan yang cukup besar dalam pengembangan bambu. Hal ini diperkuat oleh tersedianya ratusan jenis bambu, sebagian besar di antaranya tergolong jenis bambu tanaman endemik. Bambu, secara ekologis, dapat menghadapi ancaman lingkungan dan dampak buruk perubahan iklim. Sebagai contoh, pada bencana siklon tropis Seroja di NTT pada April 2021 lalu, beberapa desa yang dikelilingi oleh hutan bambu relatif lebih aman dari dampak siklon tersebut.
Dr. Muhammad Zainal Arifin, S.Hut., M.Si., Direktur Konservasi Tanah dan Air, yang hadir dalam acara tersebut, mengatakan bahwa bambu memiliki peran penting, terutama pada sisi ekologi dan ekonomi.
Bambu, secara esensial, merupakan vegetasi yang memiliki kemampuan ekologis, seperti menjaga siklus hidrologi, baik untuk konsistensi lereng, memelihara mata air, meningkatkan volume air, hingga mencegah longsor.
Dari sisi ekonomi, secara prospek, bambu berkembang melalui pemanfaatannya yang semakin luas. Saat ini, bambu juga dapat diproses dengan cara laminasi sebagai bahan konstruksi bangunan yang ramah lingkungan. Oleh masyarakat Indonesia, bambu juga sangat diminati dan banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti peralatan dapur dan furnitur. Bambu dan pemanfaatannya telah menjadi bagian dari kultur yang terikat pada masyarakat Indonesia.
Pada FGD ini dilaksanakan pula agenda diskusi panel untuk memperdalam isu bambu pada ekonomi hijau, kebijakan pengembangan industri bambu, mesin produksi pengolahan bambu, serta diskusi tentang dukungan UGM pada hilirasi industri bambu. FGD dan berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di FT dan SV UGM merupakan bagian dari usaha untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama pada aspek perubahan iklim, serta industri inovasi (Salsabila AA/Review: Purwoko, Mega)