Pemilu merupakan kontestasi politik yang diadakan di Indonesia dalam memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan. Oleh karena itu, informasi mengenai grand design para calon presiden perlu diuji secara kritis oleh masyarakat agar terjadi iklim yang dinamis dalam roda pemerintahan Indonesia untuk lima tahun mendatang. Saat debat calon presiden digulirkan, kedua pasangan calon berusaha mengulas visi, misi, beserta langkah konkret yang mereka tawarkan mengacu pada dinamika debat yang ditetapkan.
Dalam hal ini, KPU berusaha memberikan porsi yang wajar atas pertanyaan yang dilontarkan kepada kedua pasangan calon presiden dengan mendatangkan para ahli yang sesuai dengan tema debat untuk menjadi panelis pada Debat Capres 17 Februari 2019 lalu. Adalah Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Ahmad Agus Setiawan, Ph.D., pakar bidang energi Indonesia yang menjadi salah dua panelis untuk menyusun pertanyaan sesi debat kali ini.
***
Selasa (19/02/2019) di Kantor Pusat Fakultas Teknik, BEM KMFT UGM berkolaborasi dengan BEM KM UGM menyelenggarakan acara “JRS x Dialogue #1” (Jagongan Rodok Santai x Dialog No. 1), sebuah lingkar diskusi rutin yang diadakan untuk membuka ruang bertukar pikiran antar mahasiswa. Kali ini mengangkat tema “Isu Energi di Tahun Politik – SUARA MILLENIAL: MASA DEPAN ENERGI BARU TERBARUKAN DI INDONESIA” dengan mendatangkan dua panelis debat untuk menjadi pemantik diskusi, Ahmad Agus Setiawan Ph.D, dan Direktur Eksekutif WALHI yang diwakili oleh Direktur Eksekutif cabang DIY, Halik Sandera.
Diskusi berlangsung cukup alot, kedua pemantik membuka jalannya diskusi dengan bercerita soal keberadaan dirinya dalam debat presiden kemarin. Keduanya juga membicarakan kondisi energi dan lingkungan saat ini yang dikaitkan dengan grand design yang dibawa oleh kedua pasangan calon.
Menurut Ahmad Agus, situasi energi saat ini memang kerap dijadikan umpan lambung oleh kedua pasangan calon, seperti defisit minyak akibat impor, optimalisasi energi baru terbarukan (EBT) termasuk nuklir – panas bumi – matahari – angin – bio energi, subsidi BBM, ketersediaan, kemandirian, kedaulatan dan keberlanjutan energi di Indonesia terutama bagian timur. Padahal permasalahan energi bukan hanya persoalan jangka pendek, lebih dari itu terutama millennials harus sudah menerawang kondisinya di 2045 nanti.
Sedangkan menurut Halik, isu lingkungan sudah seperti partai, itulah mengapa hadir gerakan politik lingkungan hidup. Di tahun mendatang, energi terbarukan harus menjadi fokus utama pemerintah dan kualitas lingkungan hidup harus menjadi landasan utama pembaruan. Seperti pengurangan penggunaaan fosil, itulah kenapa eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah beserta lembaga terkait perlu digencarkan lebih masif lagi.
Dalam hal ini, keduanya membahas lebih jauh isu kedaulatan energi Indonesia dalam jangka waktu yang panjang secara periodic. Tentunya membutuhkan partisipasi seluruh elemen negara Indonesia, baik pemerintah, LSM, komunitas, dan masyrakat sipil yang memegang peranan penting di dalamnya. (Naskah dan Foto: Kementrian Kajian Strategis BEM KMFT / Review: Dr. Ahmad Agus Setiawan / unggah: Purwoko)