[metaslider id=5103]
Universitas Gadjah Mada. Bencana gerakan tanah termasuk kejadian yang sangat tinggi dan memiliki sebaran yang cukup luas di wilayah Indonesia. Upaya mitigasi secara struktural sering kali sulit dilakukan sehingga upaya relokasi kerap kali harus ditempuh, walaupun menghadapi tantangan berat karena adanya resistensi dari aspek sosial-ekonomi-budaya dalam masyarakat dan terbatasnya anggaran. Pada kondisi ini, upaya pengurangan risiko bencana yang efektif dapat dilakukan melalui mitigasi non – struktural, antara lain dengan usaha peningkatan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat dengan penerapan sistem penerapan dini. Di Indonesia sendiri, penerapan sistem peringatan dini menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS-PB) 2015–2019, yang ditindaklanjuti dengan masterplan pengurangan risiko bencana gerakan tanah (2015-2019).
Dalam rangka mendukung program pengurangan risiko bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan serta melanjutkan penerapan sistem peringatan dini, maka pada tanggal 27 Juli 2015 di Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada, Fakultas Teknik UGM dan Direktorat Kesiapsiagaan Bencana Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menandatangani kerjasama lanjutan untuk menerapkan sistem peringatan dini gerakan tanah di 6 lokasi di Propinsi Jawa Tengah dan Bali. BNPB diwakili oleh Ir. Medi Herlianto, CES., MM, selaku Direktur Kesiapsiagaan Direktorat Kesiapsiagaan dan Fakultas Teknik UGM diwakili oleh Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., selaku Dekan. Penandatanganan ini disaksikan oleh Rektor dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni Universitas Gadjah Mada.
Dalam sambutannya, disampaikan oleh Medi bahwa Hampir 80 persen bencana yang terjadi di Indonesia didominasi longsor dan banjir. Beberapa lokasi yang saat ini masih terpapar dengan longsor antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Papua, dan Bali. Dengan kondisi tersebut BNPB fokus dalam pengurangan resiko bencana longsor salah satunya melalui pemasangan berbagai alat sistem peringatan dini (EWS) di lokasi rentan gerakan tanah. Tahun ini BNPB bersama UGM akan memasang alat EWS di 6 lokasi. Ditambahkan olehnya bahwa diperlukan juga komitmen daerah untuk memelihara alat dan mengupayakan kesiapan masyarakat, oleh karena itu selain dengan perguruan tinggi peran BPBD sangatlah penting.
Sementara itu Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D mengatakan kerjasama ini merupakan komitmen Perguruan Tinggi, Pemerintah Pusat dan Daerah serta masyarakat di dalam upaya mengurangi resiko bencana. Upaya ini akan berhasil apabila ada dukungan politik yang kuat dari pemerintah khususnya dalam penggunaan alat-alat deteksi longsor produksi dalam negeri.
Rektor menyebutkan alat-alat deteksi longsor produksi dalam negeri sudah diujicobakan di beberapa lokasi yang rentan longsor, seperti Banjarnegara. Hasilnya cukup efektif dan tidak kalah dibandingkan dengan produk dari Jepang. “Produk lokal mungkin lebih sederhana tetapi tidak kalah dibandingkan produk luar negeri,”kata Dwikorita. Diharapkan kerjasama ini dapat menginspirasi pihak lain dan alat-alat ini dapat diproduksi secara massal, sehingga suatu hari nanti dapat dihasilkan devisa melalui teknologi.
Lanjutnya lagi, keunggulan lain dari produk EWS buatan UGM selama ini juga telah diperkuat oleh tim lain, baik sosial, budaya maupun psikologi.” UGM juga telah ditunjuk oleh konsorsium internasional longsor sebagai pusat unggulan dunia untuk pengurangan resiko bencana longsor,” tegas Dwikorita.
Bila kembali menilik sejarah, terciptanya alat-alat deteksi dini longsor oleh UGM telah dimulai sejak tahun 2007-2008, dimana Bakornas-PB waktu itu (saat ini menjadi BNPB) dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) ikut mempelopori lahirnya generasi pertama sistem peringatan dini sederhana buatan UGM yang dipasang di Kabupaten Banjarnegara, Situbondo dan Karanganyar. Sampai tahun 2015, sistem peringatan dini generasi ke – 3 berupa alat-alat extensometer, tiltmeter, inclinometer, penakar hujan, ultrasonic sensor, IP Camera dan sistem telemetri yang dibangun oleh UGM dan memiliki 95% komponen lokal ini telah dipasang di 14 propinsi di Indonesia dan telah di ekspor ke Myanmar bekerjasama dengan instansi pemerintah, pihak swasta, perguruan tinggi dan LSM.
Yang perlu dicermati bahwa alat-alat deteksi dini hanya merupakan satu bagian dari sistem peringatan dini gerakan tanah dan sub sistem informasi komunikasi dan koordinasi kesiapsiagaan yang sedang dibangun oleh BNPB dalam menjalankan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Hal yang lebih penting dan paling utama adalah terbangunnya kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dengan demikian penerapan sistem ini merupakan pendukung terbentuknya desa tangguh yang merupakan cikal bakal terwujudnya ketangguhan bangsa. (Humas FT/Indha)