Bermula dari keprihatinan terhadap perilaku masyarakat dusun Ngemplak, Selo, Boyolali yang melakukan penebangan pohon secara liar (illegal logging) untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar. Mendorong sejumlah mahasiswa UGM memberikan solusi untuk mengatasi illegal logging dengan memanfaatkan sumber daya alam yang belum banyak dimanfaatkan.
Disampaikan Wijaya, selaku ketua kelompok, di dusun Ngemplak Boyolali banyak terdapat limbah sapi yang belum termanfaatkan. Kotoran sapi tersebut sangat berpotensi untuk menggantikan bahan bakar kayu dengan menjadikannya biogas. “Dengan biogas diharapkan bisa mengurangi pemakaian kayu sebagai bahan bakar,” kata Wijaya, Senin (23/8) di Ruang Fortakgama UGM.
Masyarakat di dusun Ngemplak memiliki angka konsumsi yang tinggi akan kayu bakar. Disebutkan Wijaya, satu keluarga dalam satu hari mampu menghabiskan sekitar 15 kg untuk keperluan memasak. “Dengan mendorong masyarakat membuat biogas dari kotoran sapi bisa menekan penggunaan kayu bakar sehingga mengurangi tindakan illegal loging,”jelasnya.
Kelima mahasiswa tersebut melakukan pembinaan dan pendampingan pada masayarakat dusun Ngemplak mengenai pembuatan biogas, pembangunan instalasi, pemakaiannya hingga pemasarannya. Hingga saat ini telah terbentuk 17 instalasi biogas di dusun tersebut. “Sampai saat ini sudah 17 kepala keluarga yang memiliki instalasi biogas. Mereka telah melakukan pengolahan terhadap kotoran sapi dan menjadikan sebagai biogas,” tambah Rayendra Andika.
Disebutkan Rayendra dalam pelaksanaan pembuatan kampung biogas ini mereka lakukan secara bertahap. Pada awalnya bimbingan hanya dilakukan pada tiga keluarga. “Awalnya kami memang melakukan pembinaan pada 3 keluarga. Setelah berhasil output tersebut kemudian kita sampaikan pada masyarakat. Dan mereka pun mau ikut mempraktekannya,” jelasnya.
Sementara Siska Aditya menyebutkan proses pembuatan biogas sangatlah mudah. Hanya membutuhkan kotoran sapi, air dan sedikit prebiotik. Keseluruhan bahan dicampur dalam digester (instalasi biogas). “ Kotoran sapi dicampur dengan air dengan skala 1:1. Selanjutnya diberikan sedikit penambahan prebiotik. Sebenarnya mudah untuk membuat biogas ini dan tidak memerlukan biaya untuk membuatnya karena memanfaatkan bahan yang telah ada. Biaya hanya muncul untuk pembuatan instalasi biogas, 1 unitnya sekitar Rp. 600 ribu,” terangnya.
Kampung biogas binaan mereka tidak hanya mampu mengurangi aksi illegal logging di wilayah tersebut. Kampung Biogas telah menghantarkan kelompok ini meraih emas di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2010 melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-P) di Bali Juli lalu. Karya yang diajukan berjudul “Kampung Biogas: Pengoptimalan Potensi Biogas di Dusun Ngemplak, Selo, Boyolali Sebagai Alternatif Mengatasi Illegal Logging di Kawasan Gunung Merbabau Dalam Rangka Mewjudukan Dusun Percontohan Biogas se-Provinsi Jawa Tengah”.
Menurut rencana kampong biogas sebagai desa mandiri energi akan diseminarkan dalam konferensi internasional bertajuk “Sustainable Community Servise” di Jepang dan Chalmers University, Swedia pada bulan September dan November mendatang. Sebelumnya kampong biogas juga telah dipromosikan di dalam negeri pada“International Conference and Workshop on Role of Higher Education in Adapting to Climate Change. (Humas UGM/Ika)