Sebagai bagian dari kontribusi pada bangsa dan negara, Senin (6/5), para akademisi Fakultas Teknik UGM melakukan Focus Group Discussion membahas kajian pemindahan ibukota negara.
FGD yang dilakukan di kompleks FT UGM ini digagas oleh Prof. Bakti Setiawan, Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota DTAP FT UGM. Hadir pada FGD tersebut, Dekan FT UGM Prof. Nizam, akademisi dari Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Teknik Sipil dan Lingkungan, Teknik Geologi, Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, serta Teknik Mesin dan Industri.
Ada 7 rekomendasi muncul dari FGD ini. Pertama, rencana pemindahan ibukota sebaiknya didasarkan pada pertimbangan tidak hanya nasional tetapi juga agenda besar geopolitik strategis. Terutama penekanan pada peran Indonesia dalam tatanan global ke depan dan tuntutan sejarah. Saat ini pemerintah Thailand sudah memutuskan untuk membangun terusan Kra, yang dampaknya tentu sangat besar terhadap perekonomian dan perdagangan internasional melalui selat Malaka. Maka akan sangat strategis bila Indonesia mengembangkan ALKI II (alur laut kepulauan Indonesia-II, melalui Selat Lombok, Selat Makasar, Laut Sulawesi) sebagai alternatif pusat jalur perdagangan dunia di masa depan yg menghubungkan negara-negara di Samudra Hindia dengan Asia Timur dan Pasifik. Karena ibukota juga memiliki fungsi dan pesan simbolis, maka sangat strategis apabila ibukota baru berada di kawasan ALKI II (pantai Timur pulau Kalimantan). Hal ini juga sejalan dengan visi besar pengembangan Indonesia ke depan sebagai negara maritim.
Kedua, pemindahan ibukota disarankan adalah pemindahan pusat pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Sebaiknya pusat pemerintahan tidak menyatu dengan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis, untuk mengurangi potensi korupsi dan kolusi kekuasaan dengan bisnis dan ekonomi.
Ketiga, pemindahan ibukota tidak serta merta akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan Nasional. Untuk pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan rancangan tersendiri. Salah satunya pengembangan industri dan industrialisasi Kalimantan, dengan memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam yang melimpah. Penekanan pada peningkatan nilai tambah melalui pemrosesan hasil tambang/mineral dan perkebunan (produk derivatif). Potensi sumber energi dari Kalimantan juga sangat melimpah, baik gas alam, batubara, hingga nuklir tersedia. Syarat industrialisasi, terutama ketersediaan sumber bahan baku, energi, dan akses pelabuhan tersedia di Pulau Kalimantan. Dengan sumberdaya manusia yang unggul, maka akselerasi pembangunan untuk pertumbuhan sekaligus pemerataan dapat dilakukan. Untuk itu perlu disusun rencana yang komprehensif agar industrialisasi berjalan secara berkelanjutan tanpa mengorbankan fungsi ekologis alam yang ada.
Karena pemindahan ibukota/pusat pemerintahan merupakan pekerjaan besar yg memakan waktu lama, perlu kajian matang dan disusun undang-undang sebagai landasannya. “Kami siap membantu dan bekerja sama dengan pemerintah dalam mematangkan rencana tersebut serta pengembangannya,” terang Dekan FT UGM.
Keempat, saat ini kita sudah masuk dalam masyarakat ASEAN, dan Jakarta de facto adalah ibukota ASEAN, maka disamping pemindahan pusat pemerintahan ke ibukota negara yang baru, disarankan untuk menjadikan Jakarta sebagai ibukota ASEAN dan hub/pusat pertemuan-pertemuan International.
Kelima, pembangunan ibukota baru harus sejak awal didasarkan pada prinsip smart and green (capital) city. Keenam, rencana pemindahan ibukota harus inklusif, melibatkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat luas.
Ketujuh, yang tidak kalah penting adalah dengan kepindahan pusat pemerintahan ke Kalimantan diharapkan memberi sinyal positif pada dunia bahwa pemerintah Indonesia serius dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan di Kalimantan. Dekatnya pusat pemerintahan dengan isu lingkungan diharapkan meningkatkan perhatian dan kesungguhan pemerintah dalam melakukan konservasi dan rehabilitasi lingkungan hutan tropis di Kalimantan. (Humas FT: Purwoko/Bahan: Press Release/Review: Prof. Nizam).