Pada tanggal 17 September 2023, jam 19.00 di Ruang Seni Mustokoweni telah dibuka International Masterclass Introduction to Main Street. Sebuah pendekatan sistematis dengan menggunakan bangunan pusaka sebagai dasar revitalisasi kawasan niaga.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Grup Riset Pelestarian dan Pengelolaan Kota Pusaka, CoE Sustainable Environment Engineering Research & Innovation Center (ERIC), Fakultas Teknik, UGM; Heritage Strategies International (HSI), Washington DC, USA; serta Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia/BPPI), Jakarta, mulai 18-21 September 2023 FT UGM dengan beberapa tempat tinjauan lapangan di Yogyakarta.
Peserta berjumlah 40 orang, dari Indonesia dan India serta berasal dari latar belakang yang beragam mulai dari arsitek, perancang kota, ekonomi dan bisnis, pemasaran, interior, ahli sipil, hukum, arkeologi, pariwisata, dll. “Melalui Masterclass para peserta dipersiapkan untuk menjadi pelatih dan pelaksana Main Street dengan konteks Indonesia di lingkungan masing-masing,” papar Laretna T. Adishakti, Ketua Panitia.
Tiga fasilitator dari HIS, yaitu Donovan Rypkema, Rodney Swink, dan Katlyn Cotton menegaskan bahwa empat pendekatan Main Street yaitu Organisasi, Promosi, Desain dan Vitalitas Ekonomi harus dilakukan bersama-sama secara komprehensif. “Tidak bisa sendiri-sendiri, together is better,” ungkap Donovan Rypkema, tokoh utama program Main Street yang telah dikembangkan di 2.500 kota di dunia.
Pada hari pertama di pagi hari, Donovan Rypkema memberikan dasar-dasar pendekatan Main Street. Di antaranya prinsip-prinsip mengapa Main Street bisa terus sukses secara berkelanjutan selama 40 tahun. “Main Street selama ini dikembangkan di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, baru kali ini kami mengadakannya di luar tiga negara tersebut,” jelas Donovan.
Paparan tersebut dilanjutkan dengan pembekalan tinjauan lapangan oleh Laretna T. Adishakti, dan fasilitator serta peserta langsung melakukan kunjungan dan diskusi lapangan.
Pertama mengunjungi Museum Wahanarata Kraton Yogyakarta yang baru dibuka, sekaligus menikmati makan siang, kuliner pusaka Nasi Liwet Yogyakarta. Peserta terbagi dalam 4 kelompok, masing-masing melakukan pengamatan lapangan di Kawasan Pusaka Niaga Jl. Margatama, Jl. Malioboro-Margo Mulyo, Pekapalan Alun-alun Utara, dan Jalan Ngasem-Tamansari.
Peserta bertemu kembali di Pusat Informasi “Cosmological Axis”, Ketandan. Di bangunan eks rumah Tionghoa ini, peserta berdiskusi kelompok dan mengamati berbagai informasi tentang nominasi ke UNESCO “The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmark”. Pada malam hari di hari pertama, peserta di tempat masing-masing menyaksikan secara online nominasi tersebut dinyatakan sebagai World Heritage Site dalam Sidang World Heritage Committee di Riyadh, Saudi Arabia.
Pengumuman dari UNESCO disambut gembira oleh para peserta, termasuk Nurani F. Nawangsih, Kepala Seksi Perencanaan Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis Dinas Kebudayaan DIY. “Perjalanan panjang untuk mengusulkan Yogyakarta menjadi bagian dari pusaka penting di dunia akhirnya menjadi kenyataan,” ungkapnya penuh haru. “Menjadi bagian dari World Heritage artinya menjadi bagian dari jejaring solidaritas dunia yang peduli dengan pelestarian,” imbuh Donovan yang memimpin acara sederhana bersulang bersama para peserta Main Street untuk mensyukuri pengumuman UNESCO tersebut.
Masterclass hari ke 2, dimulai dengan materi pendekatan pertama, yaitu Organisasi oleh Rodney Swink. Pada bagian organisasi ini, semua aspek lainnya dibangun. “This is not about talk, but it is about implementation,” ujar Rodney. Main Street sendiri dikelola sebagai organisasi nirlaba (LSM) dan dijalankan oleh Dewan Direksi yang berbasis sukarela dan mengutus serta mengawasi Manajer Program yang bertanggung jawab untuk operasional sehari-hari.
Pembelajaran tentang organisasi dilanjutkan dalam konteks lokal Indonesia oleh Catrini P. Kubontubuh, Ketua Dewan Pimpinan Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia. “Untuk melakukan implementasi, maka kita perlu memiliki struktur organisasi yang tepat, dimana pengalaman di Indonesia menempatkan masyarakat sebagai poros utama dengan kolaborasi pentahelix, yaitu masyarakat, pemerintah, akademisi, swasta, dan media,” jelas Catrini.
Pendekatan ke 2 Main Street adalah Promosi yang disampaikan oleh Katlyn Cotton. Pendekatan ini menitik beratkan pada upaya untuk menjual citra positif kawasan berdasarkan aset komunitas yang otentik, serta menjadi penggerak pemasaran dari organisasi Main Street.
“Mengorganisir acara adalah fokusnya, serta promosi kawasan niaga, promosi ritel bisnis, festival, dan acara-acara khusus lainnya,” papar Katlyn. Kembali Catrini P. Kubontubuh juga memberikan konteks lokal Indonesia tentang Pemasaran dan Branding. Donovan Rypkema juga menambahkan pembelajaran tentang Historic Urban Landscape (HUL) yang direkomendasikan oleh UNESCO (2012), dilanjutkan oleh Punto Wijayanto tentang pelaksanakan HUL di Indonesia.
Masterclass hari ke 3, pagi hari diisi dengan pembelajaran tentang Desain dan siang hari tentang Vitalitas Ekonomi. Pendekatan ini diberikan oleh Rodney Swink dan Katlyn Cotton, dilanjutkan dengan konteks disain lokal oleh Laretna T. Adishakti. “Desain merupakan elemen yang paling dekat hubungannya dengan pelestarian,” ungkap Katlyn. “Diperlukan Tim Desain untuk membantu pemilik properti membuat keputusan mengenai bangunan pusaka mereka, mendukung perbaikan ruang publik, memberi masukan mengenai permasalahan di trotoar, parkir, taman, penerangan, desain ulang jalan, dan proyek infrastruktur publik lainnya,” imbuh Rodney.
Donovan Rypkema melatih komponen “pembangunan ekonomi” dari Main Street. “Tanggungjawabnya mencakup retensi bisnis dan rekrutmen, identifikasi peluang pasar untuk bisnis baru dan ekspansi, mengatur insentif untuk pengembangan, dan melakukan survei pelanggan,” jelas Donovan. Paparan dilanjutkan dengan konteks lokal oleh Amiluhur Soeroso.
Di setiap akhir pembelajaran Organisasi, Promosi, Desain, atau Ekonomi, peserta secara berkelompok membahas pendekatan tersebut pada Kawasan Pusaka Niaga yang diteliti masing-masing.
Hari terakhir atau ke 4, pada pagi hari secara berkelompok menyelesaikan pembahasan pendekatan Main Street pada kawasan masing-masing, kemudian hasilnya dipresentasikan.
Fasilitator, peserta dan pelaksana Masterclass “Introduction to Main Street” yang baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia menyepakati untuk membentuk dan mengembangkan program Main Street Indonesia dengan sebutan pendekatan Kawasan Pusaka Niaga Indonesia (KPNI). Main Street di Amerika Serikat bukan tentang teori melainkan tentang implementasi. Untuk itu program pilot yang pertama perlu segera dilaksanakan. Diusulkan di Kawasan Buffer Zone dari World Heritage Site yang baru “The Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmark”.
Kegiatan ini terlaksana bekerja sama dengan Ikatan Arsitek Indonesia/IAI, Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia/IPLBI, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia/ISEI Yogyakarta, Komunitas Ekonomi Pusaka Inklusif dan Berkelanjutan/KePel. Juga didukung oleh PUPUK INDONESIA Holding Company, Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada/KATGAMA, serta Bank Indonesia Kantor Perwakilan DIY. (Rilis Tim Main Street/Editor: Purwoko)