Menurut data BNPB sepanjang tahun 2002 sampai 2018, bencana banjir dan tanah longsor merupakan 2 bencana dengan frekuensi kejadian tertinggi di Indonesia.
Bencana banjir dan tanah longsor mengakibatkan timbulnya banyak korban jiwa, korban terdampak dan mengungsi. Saat ini banyak warga negara Indonesia tinggal di daerah rentan bencana sedang hingga tinggi, sehingga perlu prioritas penanganan pengurangan risiko bencana. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut adalah dengan merelokasi warga yang tinggal di daerah rentan. Namun relokasi ini sangat sulit dilakukan, karena resistensi dari aspek sosial-ekonomi-budaya di masyarakat, ketidak tersediaan lahan dan terbatasnya anggaran. Upaya pengurangan risiko bencana yang efektif dilakukan pada kondisi ini adalah dengan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat melalui penerapan sistem peringatan dini.
Menurut UNISDR (2006) suatu sistem peringatan dini yang lengkap dan efektif terdiri atas empat unsur kunci yang saling terkait, mulai dari (1) pengetahuan tentang risiko, (2) pemantauan dan layanan peringatan, (3) penyebarluasan dan komunikasi, hingga (4) kemampuan merespons. Penerapan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat harus memperhatikan hubungan antar-ikatan yang kuat dan saluran komunikasi yang efektif di antara semua unsur tersebut. Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini yang terpusat pada masyarakat adalah untuk memberdayakan individu dan masyarakat yang terancam bahaya untuk bertindak dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya harta benda dan lingkungan.
Sepanjang tahun 2008-2018, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Badan Nasional Penggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah melaksanakan penerapan sistem peringatan dini bencana gerakan tanah di lebih dari 100 kab/kota rawan banjir/longsor di 30 provinsi di Indonesia. Sistem peringatan dini banjir/longsor yang diterapkan terdiri atas tujuh sub-sistem utama sebagai berikut, sesuai SNI 8235:2017 dan ISO 22327:2018 yaitu: (1) penilaian risiko; (2) sosialisasi; (3) pembentukan tim siaga bencana; (4) pembuatan panduan operasional evakuasi; (5) penyusunan prosedur tetap; (6) pemantauan, peringatan dini dan geladi evakuasi; dan (7) membangun komitmen otoritas lokal dan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan keseluruhan sistem. Dengan demikian penerapan sistem ini merupakan pendukung terbentuknya Desa Tangguh Bencana (DESTANA) yang merupakan cikal bakal terwujudnya ketangguhan bangsa.
***
Pada hari Jumat tanggal 24 Mei 2019, bertempat di Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM diadakan penandatanganan kerjasama antara BNPB dan Fakultas Teknik UGM dalam pemasangan peralatan sistem peringatan dini bencana banjir di 20 lokasi dan bencana longsor di 7 lokasi di seluruh Indonesia. BNPB diwakili oleh Bambang Surya Putra, M.Kom. sebagai PLH Direktur Kesiapsiagaan BNPB. Dari UGM, perjanjian kerjasama ini ditandatangani oleh Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D. Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh Pusat Unggulan dan Inovasi Teknologi Mitigasi Kebencanaan UGM (GAMA-InaTEK).
Dalam sambutannya, Dekan FT UGM Prof. Nizam menyampaikan bahwa sistem peringatan dini merupakan upaya yang efektif dan bagian dari investasi dalam pengurangan risiko bencana. Sejak 2007, BNPB dan UGM telah menjalin kerjasama dalam penerapan sistem peringatan dini bencana longsor. Pada saat yang sama, Tim Peneliti FT UGM juga mengembangkan sistem peringatan dini multi-bencana seperti longsor, banjir, letusan gunung api, banjir lahar, tsunami dan lain-lain, yang siap untuk diuji coba dan diterapkan di daerah-daerah rawan bencana. Menyitir James Lee Witt, mantan direktur Federal Disaster Management Agency, setiap dolar yang diinvestasikan untuk mitigasi bencana dapat menyelamatkan 5 dolar kerugian yang dapat terjadi karena bencana, dan yang lebih penting, menyelamatkan nyawa manusia.
Adapun PLH Direktur Kesiapsiagaan BNPB menegaskan komitmen BNPB untuk terus mendorong riset kebencanaan karena Indonesia yang menjadi laboratorium bencana. BNPB memberikan sumbangsih dengan keberpihakan pada teknologi dan industri dalam negeri dengan mendukung riset-riset kebencanaan di perguruan tinggi. Teknologi deteksi dini yang dibangun harus terbukti handal dan terintegrasi dengan teknologi komunikasi dan informasi. Komitmen pemerintah pusat juga ditunjukkan dengan anggaran pengembangan dan penerapan sistem peringatan dini bencana multi bencana yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Selanjutnya Dekan Fakultas Teknik UGM juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas dukungan dan kepercayaan BNPB terhadap penggunaan produk-produk penelitian antar disiplin di bidang kebencanaan yang telah dibangun Fakultas Teknik UGM. Saat ini BNPB bekerjasama dengan UGM dan BSN telah berhasil menyusun SNI 8235:2017 dan ISO 22327:2018 tentang sistem peringatan dini gerakan tanah. Tahap selanjutnya, BNPB-BSN-UGM juga menyusun SNI dan ISO tentang sistem peringatan dini multi-bencana. Melalui sinergi dan keberpihakan terhadap riset dan produk sendiri, Indonesia sekaligus membangun ketahanan nasional terhadap ketergantungan pada teknologi asing. (Sumber: Press Release)