Mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari program IISMA merupakan suatu kesempatan berharga. Mimpi masa kecil saya adalah dapat mengunjungi serta merasakan salju di negara nun jauh Eropa. Saya selalu bertanya, bagaimana rasanya berjalan di atas salju, bermain snowball, atau bahkan membuat snowman? Ya, klise sekali memang. Tapi hal inilah yang meyakinkan saya bahwa suatu hari saya akan menginjakkan kaki di benua Eropa dan merasakan salju untuk pertama kalinya.
Bertahun-tahun kemudian, 2022, kesempatan baik itu datang. Puji Tuhan, saya, Argani Ruth, mahasiswa S1 Teknik Mesin FT UGM, terpilih menjadi salah satu awardees program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2022 ke salah satu negara yang terkenal akan pendidikannya, Jerman. Saya menjalani program IISMA yang dibiayai oleh negara melalui Kemdikbudristek selama 1 semester di Humboldt Universitat zu Berlin, Jerman.
Tentu harapan dari Kemdikbudristek sesuai yang dikatakan Pak Nadiem adalah kami, para awardees, dapat mempelajari hal-hal di luar jurusan kami saat ini, menjalin relasi dan networking dengan komunitas internasional, memperkenalkan budaya Indonesia di negara lain, serta mempelajari culture di negara tempat kami tinggal yang nantinya bermanfaat untuk mempersiapkan diri kami menuju dunia global pada masa mendatang.
Di Humboldt, saya mengambil 5 mata kuliah, yaitu Being Watched: East Germany’s Secret Police and Digital Mass Surveillance, Exploring Berlin Museums: Focus on Memory and Migration, Germany Languages A1, Going Local: Negotiations of Care & Feminist Urban Struggles in Berlin, and Constructing History: The Berlin Wall on Screen, Paper, and Display. Semua mata kuliah ini tidak mungkin saya dapat di Fakultas Teknik UGM dan merupakan mata kuliah dasar pada jurusan lain seperti Politic, Art, History, Urban Studies.
Fasilitas pendidikan yang ada di Humboldt juga sangat mendukung mahasiswa untuk belajar dengan optimal dan maksimal. Selain itu, hubungan dosen sebagai pengajar dan mahasiswa sebagai yang diajar sangat baik, dosen dan mahasiswa berinteraksi layaknya teman baik. Di kelas, mahasiswa aktif dalam sesi diskusi dan juga memberi masukan kepada dosen, selain itu dosen juga sangat terbuka akan masukan dan pertanyaan yang berhubungan dengan materi di kelas.
Dosen pun memberi kesempatan untuk diskusi 1on1 setelah kelas apabila terdapat hal yang kurang dimengerti ataupun ada pertanyaan lain yang dirasa mengganjal mengenai materi perkuliahan.
Diakhir semester, kami diberi tugas final essay dengan bobot 70%-80% sebagai nilai akhir kami dan perkuliahan di Jerman memiliki sistem penilaian yang berbeda. Di sini menggunakan penilaian dengan skala 1.0 – 5.0 di mana nilai 1.0 adalah nilai tertinggi dan 5.0 adalah nilai terendah, penilaiannya terdiri dari: Sehr Gut (1.0 – 1.3), Gut (1.7 – 2.3), befriedigend (2.7 – 3.3) ausreichend (3.7 – 4.0), mangelhaft (5.0).
Pada program IISMA, kami menggunakan Bahasa Inggris di tiap mata kuliah (jadi, jangan khawatir kalau teman-teman tidak fasih Bahasa Jerman ya). Di luar itu, Humboldt juga menyediakan kelas German Languages A1 untuk teman-teman yang tertarik mempelajari Bahasa Jerman langsung di negaranya. Selain itu, Jerman merupakan negara yang ramah untuk para pelajar. Kami diberikan kartu mahasiswa yang dapat digunakan menjadi tiket untuk transportasi umum di Berlin. Jadi, kami tidak perlu mengeluarkan uang lagi untuk transportasi.
Selama di Berlin, saya tinggal di apartement yang tidak jauh dari kampus di daerah Berlin Mitte. Setiap hari Jumat, Humboldt mengadakan excursion. Kami mengunjungi landmark dan historical places di Jerman. Saat weekend pun, saya beberapa kali hangout bersama teman-teman internasional untuk sekadar ngobrol dan bermain bersama. Saya juga mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Berlin-Bradenburg, mulai dari Konser Budaya hingga Welcoming Party.
Di Berlin, saya tidak pernah merasa kesepian. Banyak teman-teman yang selalu hadir menemani, mulai dari awardees, teman internasional, hingga kakak-kakak PPI.
Di Jerman khususnya Berlin, banyak hal non-akademik yang saya pelajari. Salah satu yang utama adalah punctuality. Orang Jerman sangat menghargai waktu. Ketika mengikuti kelas, berjanji dengan teman, ataupun ada kegiatan lainnya, kita tidak boleh terlambat. Terlambat berarti kita tidak menghargai orang lain dan menunjukkan sifat tidak sopan. Mayoritas orang Jerman selalu menyiapkan waktu 1-1,5 jam untuk perjalanan agar tidak menjadikan macet atau delay time transportation sebagai alasan pembenaran untuk keterlambatan.
Berbicara mengenai transportasi umum, saya sangat meyukai akses transportasi umum di Berlin. Mulai dari S-Bahn, U-Bahn, Tram, DB, hingga Bus. Semuanya tersedia dan mudah diakses untuk digunakan ketika kita ingin berkeliling Kota Berlin. Untuk kami, mahasiswa, itu semua gratis.
Selain itu, pejalan kaki dan pesepeda juga mendapat fasilitas jalan yang sangat memadai. Saya sering jalan sekitar 1.5-2 km untuk pergi ke tempat tertentu dan tidak merasa kelelahan. Di sini udaranya dingin dan tidak banyak polusi sehingga kita tidak akan berkeringat karena panas saat berjalan.
Dalam tiga bulan kesempatan tinggal di Jerman, saya juga mengunjungi beberapa negara Eropa lainnya mulai dari Eastern Europe sampai Western Europe. Belajar yang diselingi oleh travelling mengajarkan saya untuk pintar-pintar mengelola waktu dan menyeimbangkan antara perkuliahan dan hidup. Belajar merencanakan perjalanan, merasakan berbagai perbedaan aksen, kebiasaan, dan budaya di tiap-tiap negara Eropa itulah yang saya dapat ketika pergi ke negara Eropa karena saya yakin tidak semua tempat belajar harus berbentuk kelas dengan empat dinding sebagai pembatas.
Semua hal yang sudah saya ceritakan di atas menjadi amunisi bagi saya untuk mengembangkan potensi diri dan memperluas koneksi internasional, yang akan berguna untuk persiapan diri di masa depan. Sebagai penerima beasiswa IISMA, saya bertekad untuk dapat memberikan manfaat melalui ilmu, pengalaman, serta pengetahuan. Perlahan, mulai dari diri saya, orang-orang terdekat, masyarakat, dan akhirnya untuk bangsa dan negara Indonesia. (Argani Ruth)