Kemajuan teknologi yang pesat saat ini sangat memudahkan berbagai aktivitas manusia di berbagai bidang. Hal ini pun diimbagi dengan peningkatan efektivitas kerja. Namun perkembangan teknologi ini bagai pisau bermata dua. Apabila berhasil memanfaatkan kemajuan teknologi, efektivitas kerja semakin meningkat, pendapatan meningkat sehingga kualitas hidup pun meningkat. Di sisi lain, manusia sering mengabaikan kondisi fisik dan kesehatannya selama bekerja. Sebagai contoh pekerja pabrik yang bekerja selama delapan jam berturut-turut bekerja dengan tangannya. Apabila hal tersebut ia lakukan setiap hari, penurunan kondisi fisik pun tak dapat dihindari. Salah satu penyakit yang dapat diderita adalah Carpal Tunnel Syndrome. Penderita Carpal Tunnel Syndrome akan merasakan nyeri, kesemutan, rasa kebas, dan yang terparah adalah sulit digerakkanpada ibu jarinya. Apabila hal ini terus terjadi, penderita tidak dapat bekerja dengan efektif, pendapatan menurun sehingga mengganggu kualitas hidupnya.
National Health Interview Study (NHIS) memperkirakan prevalensi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yang dilaporkan sendiri di populasi dewasa besarnya 1,55%. Mahoney (1995) melaporkan bahwa lebih 50% dari seluruh penyakit akibat kerja di USA adalah penyakit trauma berulang, dimana salah satunya adalah CTS. Di Indonesia, prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui karena sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang dilaporkan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa CTS merupakan salah satu jenis penyakit trauma yang paling cepat menimbulkan gejala pada pekerja. Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi di pergelangan tangan dan tangan mendapatkan prevalensi CTS antara 5,6% – 14,8%. Tingginya angka kejadian ini seharusnya diimbangi dengan adanya alat terapi yang baik. “Dengan semakin meningkatnya etos kerja di berbagai laposan masyarakat, prevalensi CTS akan semakin menigkat” tutur Septiana selaku anggota tim.
Berdasarkan permasalah tersebut, tim ATTTRACTS yang terdiri dari Muchammad Ilham M (Teknik Elektro), Irfan Dwiki B (Teknik Elektro), Verly Fazlurrahman (Teknik Elektro), Septiana Rizki F (Pendidikan Dokter), Sharfina Kumala D Y (Psikologi) menawarkan solusi yakni ATTRACTS “AUTOMATIC TREATMENT FOR HAND CARPAL TUNNEL SYNDROME”Alat Terapi Sindroma Terowongan Karpal untuk Peningkatan Efektivitas Kerja. ATTRACTS tersusun atas berbagai macam komponen elektronik, module digital, dan rangkain elektronik yang didesain khusus untuk penderita CTS. Untuk membuat ATTRACTS semini mungkin, digunakan komponen-komponen dengan ukuran yang sangat kecil namun tetap bisa bekerja maksimal.
ATTRACTS akan melatih (exercise) otot yang ada di tangan agar selalu dalam keadaan lentur sehingga terbebas dari rasa nyeri, kesemutan, rasa kebas dan mati rasa. Model pelatihan yang ditawarkan pun sangat menarik, yaitu dengan memadukan antara pelatihan otot tangan dengan aktivitas yang umum dilakukan seperti bermain games dan mengganti slide pada presentasi di laptop. ATTRACS menggunakan Muscle sensor, accelerometer, dan gyrometer . Sensor-sensor ini akan diletakkan di muscle body sehingga fenomena kelistrikan otot dapat ditangkap dan dilihat di layar. Dengan alat ini kemampuan seseorang untuk menggerakkan ototnya dapat dinilai dan terapi difokuskan sampai penderita mampu melakukan gerakan otot yang normal.
Dengan menggunakan prinsip otomatis ini diharapkan prevalensi Carpal Tunnel Syndrome menurun. Penderita tidak perlu sering pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan terapi medis yang memakan waktu cukup lama. Efisiensi waktu dan kerja pun meningkat sehingga pendapatan dan kualitas hidup manusia semakin baik. “Alat ini sangat cocok untuk masyarakat saat ini yang membutuhkan penanganan secara efektif, efisien, dan murah. Dengan adanya alat ini kita dapat menyelaraskan makna kemajuan teknologi dengan kesehatan.” Papar Ilham selaku ketua tim.