Kauman Yogyakarta adalah permukiman yang unik. Sebagai tempat tinggal para kaum abdi dalem pamethakan Sultan, Kauman terletak di sebelah barat Masjid Gede. Ia berdiri di lingkungan pusat budaya Jawa yang pada akhir abad XIX menjadi pusat industri kecil batik. Kemudian, dari kampung ini pula lahir gerakan agama yang disebut Muhammadiyah.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, kampung Kauman berkembang menjadi permukiman pendukung jasa pendidikan dan pariwisata yang tumbuh di Yogyakarta. Kampung Kauman pada masa kini menghadapi dua tantangan nyata. Di satu sisi, berkaitan dengan perkembangan kehidupan agama Islam yang cukup pesat, berikut pemakaian simbol-simbolnya. Sementara itu di sisi lain, Kauman menghadapi tantangan terkait dengan letaknya yang berada di pusat kota, yang secara langsung berhadapan dengan masalah urbanisasi dan pembangunan fisik kota yang progresif.
Demikian pernyataan staf pengajar Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, Dra. Suastiwi Triatmodjo, M.Des., saat berlangsung ujian terbuka program doktor UGM Bidang Ilmu Teknik Arsitektur, Selasa (4/5). Promovenda mempertahankan disertasi berjudul “Pemufakatan dan Desakralisasi Ruang di Permukiman Kauman Yogyakarta”, dengan promotor, Prof. Ir. Achmad Djunaedi, M.U.R.P., Ph.D., dan ko-promotor, Ir. Sudaryono, M.Eng., Ph.D. serta Ir. T. Yoyok Wahyu Subroto, M.Eng., Ph.D.
Dari penelitiannya, Suastiwi menemukan teori keruangan lokal berupa teori pemufakatan dan desakralisasi ruang sebagai refleksi tauhid Islam dan kesalehan hidup di permukiman Kauman Yogyakarta. Pemufakatan dan desakralisasi ruang adalah pemaknaan ruang oleh warga yang terbangun secara alami, lahir dari aktivitas hidup sehari-hari warga permukiman yang membutuhkan tindakan bermufakat pada ruang, dan mendesakralisasi ruang demi menaati perintah dan larangan Tuhan serta untuk beramal saleh sesuai dengan keyakinan agamanya.
Dikatakannya bahwa fenomena keruangan yang muncul pada pemaknaan ruang permukiman Kauman Yogyakarta dibagi ke dalam tiga konsep, yakni ruang tauhid, permufakatan ruang, dan desakralisasi ruang cikal bakal. Ruang tauhid dijelaskan sebagai ruang yang terbangun oleh kegiatan yang berlandaskan kepada sistem kepercayaan dan sistem nilai (tauhid) Islam yang menjadi pedoman hidup masyarakat Kauman Yogyakarta.
Sementara itu, pemufakatan ruang, menurut istri Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., L.L.M. ini, sebagai ruang yang terbangun oleh tindakan bersepakat antara dua orang atau lebih. Bersepakat dalam mengelola dan memanfaatkan ruang atau izin untuk memakai ruang dalam batas-batas waktu tertentu. “Sedangkan desakralisasi ruang cikal bakal adalah tindakan menghilangkan sifat keramat, sakti atau sakral pada ruang-ruang yang telah ada sejak awal berdirinya permukiman,” jelas ibu dua anak ini di Grha Sabha Pramana UGM. Suastiwi dinyatakan lulus dengan menyandang predikat sangat memuaskan dan menjadi doktor ke-1218 yang diluluskan UGM . (Humas UGM/ Agung)
sumber: ugm.ac.id