Mengantisipasi semakin berkurangnya cadangan minyak bumi, pemerintah Indonesia saat ini telah memulai memproduksi biodiesel sebagai substitusi BBM. Disebutkan dalam blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025, bahwa pemerintah telah menetapkan pemakaian biodiesel sebanyak 2% konsumsi solar pada tahun 2010, 3% pada tahun 2015 dan 5% pada tahun 2025. Selain itu, pemerintah juga menetapkan kebutuhan biodiesel mencapai 720.000 kiloliter pada tahun 2010 dan akan ditingkatkan menjadi 1,5 juta kiloliter pada tahun 2015 dan 4,7 juta kiloliter pada tahun 2025.
Peneliti lain, Ir. Sutijan, MT, Ph.D menambahkan bahwa kelebihan dari teknologi yang dikembangkan oleh PSE Research Group adalah terjadinya pengurangan capital cost karena berkurangnya reaktor, pipa dan instrumentasinya. Disamping itu, beaya operasi atau beaya per unit massa produk menjadi lebih murah karena konversi yang diperoleh lebih tinggi. Dari sisi unit operasi, karena reaksi dan pemisahan berjalan pada satu alat sehingga lebih kompak dibandingkan dengan proses batch. “Proses produksi biodiesel yang dikembangkan ini berlangsung secara kontinyu, sehingga cocok untuk kapasitas besar, karena bisa lebih menghemat waktu dan tenaga untuk operasi,” tambah Sutijan, yang juga staf pengajar Teknik Kimia, UGM.
Sementara itu, Ir. Rochmadi, SU, Ph.D anggota peneliti PSE Research Group menambahkan bahwa saat ini miniplant pabrik biodiesel secara kontinyu dengan kapasitas 15 liter perhari sudah beroperasi di Teknik Kimia, FT UGM. Miniplant ini diharapkan bisa diaplikasikan pada skala besar, yaitu untuk scale up ke kapsitas menengah atau sekitar 500 – 1000 liter perhari. “Tahapan ini sangat diperlukan sebelum pabrik skala besar berdiri, terutama untuk memastikan konfigurasi pabrik bisa berjalan dengan baik dan sekaligus akan sangat berguna bagi SDM yang akan mengoperasikan pabrik skala besar”, imbuh Rochmadi.