Selasa (16/4), Fakultas Teknik UGM mengadalan syawalan dan halalbihalal pada hari pertama kerja dengan tema “Mari Datang dan Bermaaf-Maafan”. Acara ini dihadiri oleh pengurus fakultas, dosen, karyawan, dan dosen yang sudah purna yang dilaksanakan pada pukul 10.30 WIB.
Acara ini dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan oleh Najmudin Mumtas. Dilanjutkan sambutan oleh Prof. Ir. Selo, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D., IPU, ASEAN Eng., selaku Dekan Fakultas Teknik yang memberikan kabar baik bahwa UGM menjadi yang terbaik untuk bidang teknik menurut QS Ranking. Untuk melengkapi acara ini, dilakukan juga pembacaan ikrar syawalan oleh Prof. Dr. Ir. Sugeng Sapto Surjono, S.T., M.T., IPU, ASEAN Eng.
Dalam acara ini juga terdapat tausiah menarik dari Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng., mengenai aspek kultural dalam syawalan. Beliau menjelaskan bahwa syawalan merupakan tradisi bangsa Indonesia yang menyatukan seluruh kalangan sehingga tidak mudah tercerai berai. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah hari raya Idulfitri yang memiki arti kembali suci. Dalam tausiahnya, Prof. Panut juga menyampaikan ajaran yang dapat dilakukan di bulan Syawal, seperti puasa sunah syawal selama 6 hari, waktu yang baik untuk menikah, dan ibadah lainnya ditingkatkan mengingat iman manusia yang fluktuatif.
Tradisi syawalan ini biasanya bertujuan untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan. Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu menjaga hubungan baik dan mengasihi sesama. Prof. Panut juga menceritakan bahwa sikap saling memaafkan dicontohkan pada zaman Nabi Muhammad. Dalam ceritanya, Abu Dzar dan Bilal bin Rabbah yang merupakan sahabat Nabi pernah berselisih paham saat berdiskusi tentang strategi perang. Usul dari Abu Dzar yang mendapatkan bantahan dari Bilal ini menyebabkan munculnya kalimat tidak baik dari Abu Dzar yang menyakiti hati Bilal. Ketika hal tersebut sampai di telinga Nabi Muhammad, Beliau menasehati Abu Dzar untuk meminta maaf kepada Bilal dan Bilal memaafkan Abu Dzar.
Prof. Panut juga menjelaskan bahwa dalam struktur relasi, orang yang meminta maaf menurunkan posisinya dan meninggikan posisi orang yang dimintai maaf. Namun, pada kenyataannya orang yang dimintai maaf juga menurunkan posisinya untuk memaafkan. Hal tersebut menjadi bukti bawah maaf memaafkan adalah bukti bahwa egoisme bisa dikontrol untuk kebaikan bersama.
Kegiatan ini ditutup dengan salam-salaman dan makan bersama untuk menambah waktu bersilaturahmi. (Humas FT/nada)