MAGELANG – Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai di Kabupaten Magelang perlu mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir lahar dingin Gunung Merapi. Seiring makin tingginya curah hujan di sekitar lereng Merapi yang menyebabkan endapan material vulkanik longsor. Apalagi sabo dam penahan lahar dingin yang ada di sepanjang kali senowo, kali apu, kali batang, kali blongkeng, kali Trising dan kali lamat sudah dipenuhi endapan material vulkanik.
Dia menyebutkan, beberapa sabo dam penahan lahar dingin yang ada saat ini sudah dipenuhi endapan material lahar. Menyebabkan beberapa sungai mengalami pelebaran dan pendangkalan akibat diterjang lahar dingin yang membawa bongkahan batu besar (boulder). “Volume material cukup besar, diameter boulder lebih dari 3 meter. Sungai yang kedalaman 10-15 meter menjadi 1-2 meter,” kata Bambang kepada wartawan, Senin (13/12).
Untuk mengantisipasi banjir lahar susulan yang lebih besar, dia menawarkan beberapa solusi. Untuk jangka pendek, masyarakat yang tinggal di sekitar areal 300 meter dari bantaran sungai untuk selalu waspada dan terus memonitor kemungkinan terjadi banjir lahar. “Pendangkalan sungai ini menyebabkan laju aliran lahar air semakin besar. Mayarakat perlu untuk memonitor secara bersama-sama dengan ronda bareng, selama di lereng merapi terus diguyur hujan, ” kata pria kelahiran Yogyakarta, 27 Juli 1950.
Selanjutnya, untuk menghindari kejadian serupa di dusun dusun gempol, desa Jumoyo, kecamatan Salam, beberapa waktu lalu, Bambang menyarankan agar segera dilakukan normalisasi sungai di sekitar Jumoyo. Agar luapan lahar dingin tidak meluber ke rumah warga. Apalagi Jembatan Sungai Putih di jalur utama Magelang-Yogyakarta mengalami retak akibat diterjang banjir lahar dingin “Seharusnya jembatan perlu ditinggikan lagi. Alur sungai di sekitar pasar Jumoyo seharusnya tidak membelok, namun harus diluruskan, biar tidak lagi lahar sampai ke rumah warga,” katanya.
Sementara untu jangka panjang, dia menyarankan pemerintah segara menambah infrastruktur sabo penahan lahar dingin. Menurutnya, sabo penahan lahar dingin yang ada saat ini sudah tidak mampu lagi menampung volume material vulkanik yang melebihi kapastitas sabo dam. “Secara perlahan endapan material dikeruk agar tidak terjadi pendangkalan. Pengambilan Pasir dan batu dari lahar dingin ini sepenuhnya diperuntukan untuk menambah penghasilan masyarakat,” kata staf pengajar Jurusan Geologi, Fakultas Teknik UGM.
Berdasarkan hasil pengamatan Bambang, material vulkanik merapi yang menerjang rumah warga di desa Jumoyo pekan lalu merupakan hasil endapan material erupsi merapi sebelum tahun 2010. Bukan hasil material vulkanik erupsi merapi yang saat ini. Hal itu ditandai dari boulder dan pasir yang ditemukan di lokasi psar Jumoyo. “Kebanyakan berupa batuan andesit hasil endapan material vulkanik yang lama,” ujarnya.
Namun demikian, kata Bambang, hujan abu vulkanik erupsi merapi 2010 ternyata menyebabkan air sungai menjadi pekat yang menjadi gumpalan Lumpur sehingga mampu membawa bongkahan batu-batu besar saat terjadinya banjir lahar dingin berlangsung.
Yulianto, petugas pengamat gunung merapi di pos Babadan, Magelang. Ia menginformasikan banjir lahar yang terjadi saat ini dikarenakan turunnya curah hujan di sekitar lereng merapi. “Di puncak (merapi) masih hujan gerimis,” katanya.
Curah hujan di Merapi terus dipantau dan dicatat oleh petugas. Dari hasil pencatatan, diketahui curah hujan diawal bulan Desember rata-rata mencapai 20,6 mm/hari dengan durasi 2-3 jam.
Menanggapi hal tersebut, Bambang Widjaya menuturkan, apabila curah hujan di puncak merapi mencapai di atas 40 mm/jam dengan durasi 3 jam dipastikan mampu akan melongsorkan semua hasil erupsi merapi 2010. “Untungnya curah hujan tidak terjadi di puncak merapi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)