MAGELANG – 12 rumah bambu hunian sementara yang dihuni oleh keluarga korban banjir lahar dingin sungai pabelan di Sudimoro, Muntilan, Magelang ini menghantar sang arsiteknya raih penghargaan Karya Kontruksi Indonesia (KKI) 2011 dari Kementerian Pekerjaan Umum pada awal Desember lalu.
Ia adalah Dr. Ir. Eugenius Pradipto, Dosen jurusan teknik arsitektur, fakultas Teknik UGM ini menyabet penghargaan untuk kategori konstruksi teknologi tepat guna. Selain Pradipto, dewan juri juga memilih tiga kategori lainnya, seperti terowongan besar pada pembangunan waduk jatigede milik Waskita Karya sebagai peraih kategori metode konstruksi. Sedangkan dua kategori lainnya, masing-masing untuk kategori teknologi industri dan kategori arsitektur.
Penghargaan KKI yang diselenggarakan oleh kementerian PU merupakan ajang paling bergensi dan prestisius dalam bidang inovasi kontruksi. Menurut pengakuan Pradipto, untuk mendapatkan penghargaan ini setiap usulan karya konstruksi diseleksi cukup ketat oleh pakar-pakar dari berbagai bidang seperti teknik sipil, arsitektur, dan lingkungan. Tidak hanya itu, setiap usulan yang didaftarkan dalam KKI disyaratkan memiliki unsur kebaruan serta kemampuan karya tersebut menginspirasi penerapannya di tempat lain. Diharuskan juga memiliki aspek daya saing yang mengedepankan keunggulan, keunikan, kearifan lokal, serta manfaat dari karya kontruksi yang diajukan.
Pria kelahiran Wonosari,Yogyakarta, 54 tahun lalu ini mengatakan keunggulan karya kosntruksi milknya mengusung konsep pembangunan bekelanjutan dengan pemilihan bambu sebagai material bangunan. “Bukan hanya ramah lingkungan, material bambu yang didesain dengan konstruksi yang baik akan mampu bertahan lebih dari 5 tahun tanpa harus diawetkan, “ kata Pradipto yang ditemui disela-sela memperingati satu tahun bencana bajir lahar dingin sungai pabelan di dusun sudimoro, desa Adikarto, Muntilan, Magelang, Selasa malam (10/1).
Meskipun dibuat sederhana, huntara ini sengaja dibuat untuk memberi kenyaman bagi penghuninya. Sehingga dibuat Pradipto dengan sebaik dan sebagus mungkin. “Dengan harapan penghuni yang merupakan korban banjir lahar dingin tidak akan menjadi korban untuk kedua kalinya karena telah menempati sebuah hunian yang layak,” imbuhnya.
Yang menarik, bangunan yang sengaja dibuat panggung ini didirikan di atas areal persawahan yang masih produktif. Bahkan sang arstek tidak khawatir jika bambu sebagai bahan material utamanya lekas rusak bila terkena air atau hujan. Untuk menjaga kelembaban atau basah terkena air, Pradipto membuat pondasi bangunan dari umpak berpori untuk menjaga material bambu tetap kering dan cepat kering apabila terkena air. ”Umpak digunakan jenis umpak berpori dari buis beton yang diiisi dengan kerikil tanpa semen sehingga air cepat meresap dengan mudah dan cepat kering,” katanya.
Untuk menjaga struktur bambu bisa bertumpu di atasnya, umpak juga bisa meminimalkan dampak kerusakan lahan sawah yang produktif. “Jika dibongkar, sisa material bangunannya termasuk umpak mudah dibersihkan dari lahan,” ujarnya.
Seperti diketahui, huntara ini didirikan atas kerjasama dari mahasiswa KKN PPM UGM, masyarakat dan GP Anshor mulai dari persiapan hingga penghunian. Pembangunan huntara berlangsung selama 4 bulan, dilakukan secara bergotong royong oleh masyarakat dengan menggunakan material bangunan yang diperoleh dari sumbangan masyarakat.
Ketua posko bersama GP Ansor, Ahmad Majidun, mengatakan pembangunan huntara ini dilatarabelakangi untuk memberikan hunian sementara bari korban banjir sungai Pabelan. Saat itu, GP Anshor menggandeng Pradipto untuk mendesain pembangunan rumah tersebut. “Tinggal di huntara tetaplah tidak mengenakkan, tapi secara konstruksi, rumah bamboo ini dianggap huntara yang paling sehat dan paling baik. Terbukti dari PU dianggap secara konstruksi, termasuk paling baik,” katanya. Ia mengaku bangga, huntara Sudimoro akhirnya mendapat apresiasi dan penilaian dari kementerian PU yang dianggap hunian bagi korban erupsi merapi yang paling layak dan paling baik untuk konstruksinya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
sumber: www.ugm.ac.id