Berawal dari keinginan untuk mengatasi persoalan mengatasi banjir di daerah padat penduduk, tiga Mahasiswa UGM mengembangkan konsep pengembangan pipa pori resapan. Inovasi yang ditawarkan menggabungkan fungsi sumur resapan, lubang resapan biopori, dan pipa komposter resapan.
“Kami memadukan fungsi dari sumur resapan, lubang peresapan biopori, dam pipa komposter resapan. Pipa pori resapan (PPR) ini sangat memungkinkan untuk diterapkan dikawasan padat penduduk,” kata Wasrif di Ruang Fortakgama UGM, Senin (23/8).
Pipa Pori resapan dibuat dengan pipa pvc berdiameter 1-3 cm. Pada bagian dasar mengadopsi konsep sumur resapan yaitu dengan mengunakan kerikil sebagai pondasi. Selanjutnya pada badan pipa diberi lubang pori menggunakan prinsip pipa komposter yang kemudian diselimuti ijuk. Dan di ujung atas pipa menggunakan fungsi biopori dengan menambahkan kompos.
Dikatakan Wasrif, ide pengembangan pipa pori resapan bermula dari kenyataan akan kelemahan sumur resapan, biopori dan komposter. Sumur resapan sulit diaplikasikan di wilayah padat penduduk karena memerlukan ruangan yang lebar. “Untuk itu prinsip yang dipakai dari sumur resapan hanya kedalamannya saja yang mencapai 3 -7 meter serta penggunaan kerikil sebagai pondasi,” jelasnya.
Sementara untuk biopori memiliki keunggulan mempunyai daya serap yang cukup tinggi. Namun demikian daya serap yang tinggi tidak diikuti dengan struktur lubang resapan yang kuat sehingga tanah rawan ambrol. “Biopori ini memang memiliki sifat menyuburkan tanah. Inilah yang menjadikan kondisi tanah disekitarnya menjadi lembek/tidak stabil karena tidak mempunyai struktur yang cukup kuat. Jadi yang diambil hanya prinsip pembuatan komposnya saja yang mampu menyerap air dengan kuat. Sedangkan pada pipa komposter diambil lubang berporinya” urai Wasrif.
Dengan penggabungan ketiga solusi yang telah ada sebelumnya, kata Wasrif, memungkinkan penerapannya di kawasan pada penduduk. Juga dapat menampung air yang lebih banyak di banding dengan sumur resapan dengan rasio 15:1. Dan juga tidak menimbulkan ancaman ambrol di daerah sekitar pipa pori resapan.
Ditambahkan Taufan Kurniawan, pipa pori resapan yang menghabiskan biaya pembuatan sekitar Rp. 150 ribu ini juga dilengkapi dengan jaringan yang menghubungkan antar pipa pori resapan satu dengan lainnya. Adanya jaringan tersebut akan memperbanyak resapkan air ke dalam tanah. Selain itu pada pipa pori resapan ini juga dilengkapi dengan saringan yang berada di atas pipa yang ditujukan untuk mengatasi sedimentasi.
Disamping mampu mengurangi ancaman banjir di daerah padat penduduk pipa pori resapan, lanjut Taufan, juga diyakini bisa mengatasi bencana kekeringan dengan memperbaiki tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Dalam waktu dekat gagasan pipa pori resapan akan diaplikasikan di area jurusan Teknik Sipil UGM untuk melihat efektivitas kerjanya. Meskipun akan diterapkan di jurusan, mereka berharap konsep ini bisa ditangkap oleh pemerintah sebagai solusi untuk penanganan banjir di kawasan padat penduduk. “Kami berharap pipa pori resapan ini bisa diaplikasikan di masyarakat, tidak hanya berhenti di tataran konsep saja,” harap Taufan.(Humas UGM/Ika)