Berdasar pengamatan pada pemanfaatan bilik aerosol, ada beberapa kelemahan yang sangat mungkin terjadi pada bilik ini. Misalnya Aliran aerosol di dalam bilik tidak cukup kencang untuk dapat masuk ke permukaan- permukaan tersebunyi seperti lipatan baju, sela-sela anggota badan dan sebagainya. Serta permukan-permukaan yang mudah teriritasi atau sensitif terhadap aerosol cairan disinfektan seperti mata, kulit wajah dan sebagainya menjadi kurang nyaman.
Perbaikan terhadap bilik disinfektan cara aerosol menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat kepastian bahwa orang yang masuk bilik disinfektan haruslah sudah bebas dari virus covid-19 saat keluar, dan koronavirus tersebut juga dipastikan ter”bunuh” di dalam bilik, namun cara yang digunakan haruslah aman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Oleh karena itu Depertemen Teknik Mesin dan Industri FT UGM membuat bilik dengan basis aliran udara panas guna mengatasi berbagai kelemahan dalam bilik cara aerosol tersebut diatas. Penelitian menunjukkan bahwa struktur koronavirus yang bagian luarnya adalah lipid (fat) dapat di rusak atau dibuat menjadi dalam kondisi tidak bisa aktif menggunakan panas. Panas akan mencairkan lipid (fat) dan oleh karena itu sering dianjurkan untuk menggunakan air hangat, sekitar 25oC, guna mencuci tangan. Bebarapa hasil penelitian pengaruh temperatur dan kelembaban (humidity) terhadap kondisi aktif virus menyebutkan bahwa koronavirus akan mudah ter”bunuh” pada temperatur sekitar 56oC pada kelembaban ruangan. Penelitian lainnya menginformasikan bahwa koronavirus akan lebih cepat tidak aktif pada temperature 40oC dibanding pada 20oC. Jadi pada intinya makin tinggi temperatur, maka koronavirus akan makin mudah untuk menjadi tidak bisa aktif (inactive /ter”bunuh”) atau decay.
***
Bilik terdiri dari 2 (dua) ruangan atau chamber, yaitu ruangan pertama atau ruangan walkthrough dan ruangan kedua atau ruangan pembunuh (killing chamber) virus, sebagaimana terlihat pada skema. Udara masuk ke dalam ruang walkthrough pada kondisi kecepatan aliran yang cukup melalaui fan pertama dan dipanasi menggunakan pemanas listrik rendah hingga sekitar 60oC. Pada ruangan walkthrough droplet yang menempel pada permukaan baju , peralatan dan kulit orang akan terbawa atau teruapkan oleh aliran udara panas rendah. Aliran udara panas rendah mampu untuk melingkup seluruh permukaan orang yang masuk ke dalam bilik , karena kecepatannya , sehingga dapat dipastikan bahwa droplet koronavirus terlepas dari permukaan atau teruapkan oleh aliran udara panas rendah.
Setelah itu aliran udara yang mengandung droplet berisi koronavirus maupun koronavirus yang terlepas karena penguapan droplet, dihisap masuk ke killing chamber melalui fan kedua dan pemanas listrik tinggi dan dirancang mampu mencapai temperature sekitar 130oC. Sebetulnya dengan temperatur dibawah itu, misal sekitar 90oC, lapisan lipid koronaviruspun sudah dapat dirusak (decay). Tentu orang hanya perlu masuk dan berputar atau mengibaska- ibaskan tangan di walkthrough chamber saja. Pada ruangan killing chamber dengan temperatur tersebut dapat dipastikan koronavirus yang hanya diselubungi oleh lemak dan protein akan rusak. Killing chamber dibuat tertutup di kedua sampingnya untuk memastikan tidak ada droplet atau aliran keluar killing chamber kecuali lewat filter. Tutup samping juga diisolasi panas untuk safety orang sekitar. (Sumber: Rilis dari Prof. Samsul Kamal). File selengkapnya dapat diunduh di: