Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengejar pertumbuhan ekonomi sering menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi suatu keharusan yang tidak dapat dihindari jika bangsa Indonesia ingin menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi mendatang.
Menurut Prof. Ir. Arief Budiman, M.S., D.Eng., terdapat beberapa konsep terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Namun, multidimensi dan multi-interpretasi menjadikan para ahli sepakat mengadopsi konsep berdasar Brundtland report. “Konsep yang didefinisikan bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang,” ujarnya di Balai Senat, Rabu (5/1), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknik UGM.
Untuk mempertegas konsep ini, pada September 2000 sebanyak 189 negara, termasuk Indonesia, menandatangani Millenium Development Goals (MDGs) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium di New York. Sebanyak delapan sasaran ingin dicapai MDGs pada tahun 2015, salah satu di antaranya adalah menjamin daya dukung lingkungan hidup dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiapkebijakan negara.
Dikatakan Arief bahwa konsep ini sangat bagus. Hanya saja, pelaksanaannya sering menemui banyak kendala. Laju pembangunan sering kali diikuti dengan laju kerusakan lingkungan. “Hal ini dikarenakan pelaksanaan pembangunan cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi dan berorientasi jangka pendek sehingga dampak negatif tidak saja terhadap lingkungan, namun juga merugikan generasi yang akan datang,” katanya.
Untuk itu, kata pria kelahiran Pati, 28 Juni 1960 ini, diperlukan suatu pedoman yang mampu mengarahkan setiap pengambil keputusan untuk melaksanakan kebijakan sumber daya alam yang rasional sesuai dengan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, yang perlu menjadi catatan adalah bahwa tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga melibatkan seluruh warga masyarakat Indonesia. “Penyatuan pola pikir, sikap, dan kepedulian terhadap keselarasan dengan alam oleh masyarakat turut memberikan kontribusi keberhasilan pengelolaan sumber daya alam,” terang Kepala Laboratorium Komputasi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM ini.
Dalam pidato “Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Berbasis Inovasi Teknologi dan Kearifan Lokal”, Arief mengingatkan pengolahan sumber daya alam sebagai bidang teknik kimia. Dengan demikian, sudah sewajarnya jika kelompok mata kuliah ini dimasukkan ke dalam kurikulum. Untuk itu, di samping kelompok mata kuliah dengan materi pengenalan sumber daya alam organik dan anorganik serta industri berbasis sumber daya alam, perlu kiranya memperkenalkan mata kuliah terkait dengan etika pengelolaan sumber daya alam dan hukum-hukum pembangunan berkelanjutan.
Mata kuliah etika dimaksudkan agar pengelolaan sumber daya alam benar-benar sesuai kebutuhan rasional saat ini dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan generasi yang akan datang. “Tentu saja mata kuliah etika lingkungan, etika ilmu pengetahuan dan teknologi, dan etika pembangunan dapat menjadi alternatifnya,” tutur suami Ir. Asri Budiani, ayah Nurina Vidya dan Dhimas Rahardian ini. (HUmas UGM/ Agung)