[metaslider id=4996]
Pada tanggal 26 Juni 2015, sebuah komunitas mahasiswa di Jurusan Teknik Fisika UGM, Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (Kamase) kembali menyelenggarakan energy talk dengan tema Migas (minyak dan gas bumi) Ditinjau dari Sudut Pandang Teknik dan Politik. Bertempat di Pusat Studi Energi UGM, energy talk kali ini menghadirkan Dr. Ir. Jarot Setyowiyoto, M.Sc selaku dosen spesialis petroleum geology Teknik Geologi UGM dan Prof. Purwo Santoso, MA., Ph.D selaku ketua Jurusan Politik Pemerintahan UGM.
“Berbicara tentang migas, mulai dari hulu hingga hilir, tidak bisa terlepas dari kebijakan-kebijakan pemerintah terkait migas itu sendiri. Seiring meningkatnya konsumsi energi di sektor migas akibat dari pertumbuhan penduduk, sudah menjadi rahasia umum, Indonesia menjadi negara pengimpor minyak, dengan jumlah impor mencapai 850 ribu barel per hari (bph) pada 2014. Lantas, bagaimana sebenarnya potensi sumber daya migas Indonsia dan kebijakan-kebijakan strategis apa yang harus diambil oleh pemerintah untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis energi?” pantik Fiki Rahmatika Salis, selaku moderator energy talk kali ini dalam membuka sesi penyampaian materi.
Pak JS, sapaan akrab Dr. Jarot, yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik UGM, menyampaikan sharing beliau mengenai potensi sumber daya energi migas di Indonesia. Secara geologis, Indonesia yang berada pada jalur ring of fire selain memiliki potensi bencana geologi juga diuntungkan dari sisi sumber daya mineral, termasuk di dalamnya migas. Gerakan lempeng yang melintasi hampir seluruh wilayah Indonesia menyediakan tekanan dan temperatur (P&T) yang memadai untuk terbentuknya bahan-bahan bakar fosil serta sumber energi panas bumi. Walau demikian, bisnis migas di sektor hulu bisa disebut bisnis gambling karena dalam pelaksanaannya yang high cost, high technology, high risk, namun juga high revenue, papar Pak JS yang juga pernah selama 2 tahun bekerja di salah satu perusahaan minyak sebagai geology analist. Terdapat 5 parameter sebagai seorang geologist untuk dapat memperkirakan cadangan migas, yaitu mengetahui reservoir, trap, shield, source rock, dan seal. Hasil studi potensi cadangan minyak agar menjadi cadangan terbukti, satu-satunya cara adalah dengan dibor. Sayangnya, tidak semua pengeboran berbuah minyak, sebagaimana yang dilakukan salah satu oil company multinasional di Selat Makassar yang menghabiskan dana mencapai 200 juta USD tanpa mendapatkan minyak.
Mengartikan Nasionalisme Bidang Migas
Kemandirian mengelola blok-blok migas sendiri merupakan salah satu bentuk idelisme nasionalisme. Namun, fakta di lapangan mengatakan bahwa pemerintah Indonesia melalui perpanjangan tangannya di BUMN terkait (i.e PT. Pertamina) belum memiliki modal yang cukup untuk mengelola seluruh wilayah kerja (WK) migas serta belum berani mengambil resiko jika gagal. Saat ini Indonesia memiliki 293 WK, yang terdiri dari 74 area produksi dan 219 masih area eksplorasi. “Pemerintah kita lebih memprioritaskan APBN untuk kepentingan lain, daripada gambling untuk mengebor minyak. Oleh karena itu, nasionalisme migas yang bisa kita lakukan saat ini adalah, 1. Datangkan investor sebanyak-banyaknya dan ciptakan iklim persaingan yang sehat, 2. Menuntut tanggung jawab investor untuk mengajari putra-putri bangsa pada sektor hulu migas, serta tidak memperpanjang kontrak asing yang akan habis, tambah Pak JS yang juga pernah tergabung sebagai tim evaluator migas kementrian ESDM. Era migas ke depan, selain memaksimalkan sumberdaya migas conventional, pemerintah Indonesia juga harus bergerak strategis untuk bisa bersaing dalam persaingan eksplorasi migas unconventional, seperti CBM (Coal Base Methane), Shale gas, Tight Sand Gas, dan Hydrate gas.
Sesi selanjutnya, disampaikan oleh guru besar FISIPOL UGM, Prof. Purwo. Beliau memulai dengan membangun semangat optimisme Indonesia, walaupun korupsi di negeri ini meraja lela, namun masih harus bersyukur bahwa stabilitas politik Indonesia masih terkendali, tidak seperti beberapa negara di Afrika maupun Timur Tengah yang secara sumber daya terbukti kaya minyak namun terjadi konflik bahkan teradu domba melalui perang saudara. Lantas, tentu kita tidak boleh diam begitu saja, kebijakan pemerintah perlu dikawal secara ketat dan menjadi tanggung jawab bersama. Doktor lulusan London School of Economics and Political Science ini juga menambahi mengenai isu lingkungan menjadi mutlak diperhatikan dalam eksplorasi maupun eksploitasi migas, mengingat keterkaitannya dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pekerjaan rumah pemerintah mengenai reformasi tata kelola migas memang sangat banyak, mulai isu mafia migas, dilema subsidi BBM, derasnya tekanan pemilik modal, Indonesia yang hanya baru bisa menjadi pasar dibidang otomotif. Terlepas dari itu semua, pemerintah mesti memiliki kebijakan-kebijakan imajinatif terukur dan berjangka panjang. Selain itu, Pemerintah juga harus berani mengambil kebijakan untuk mendidik rakyatnya belajar menghemat dan mengefisienkan penggunaan energi, terutama BBM.
Tidak ketinggalan beliau juga menyinggung masalah nasionalisme, bahwa nasionalisme harus dimiliki oleh seluruh rakyat melalui penjabarannya di setiap profesi masing-masing secara konstektual mengikuti perkembangan zaman untuk bersama-sama membangun kedaulatan atas apa yang telah dianugerahkan kepada kita.
Tantangan Migas ke depan
Menjawab pertanyaan Ellena Wulandari pada sesi diskusi, Pak JS menyampaikan bahwa tantangan migas ke depan adalah bagaimana Pemerintah bisa memberi insentif agar para investor asing mau masuk Indonesia dengan memberlakukan production sharing contract yang menguntungkan Indonesia serta mengarahkan kesiapan Indonesia untuk mengelola sendiri setelah kontrak habis. Selain itu dari sisi teknis, menjadi tantangan tersendiri bagi para engineer Indonesia setidaknya bisa meniru cara China untuk membuat tiruan perangkat-perangkat eksplorasi (hardware & software) agar tidak terus-terusan bergantung dengan perusahan oil service asing. Dari sisi politik, menurut Prof. Purwo tantangannya tentu saja ada pada kebijakan Undang-undang migas yang harus berpihak pada rakyat (beliau beserta tim senantiasa mengawal), serta kecerdasan pemerintah dalam melihat tren supply and demand migas.
Idealisme Sebagai Seorang Teknokrat Bersih
“Tidak bisa dipungkuri bahwa bagi mereka yang memiliki background engineering/scientific yang lantas berkecimpung atau bersinggungan dengan birokrasi pemerintahan, pasti akan menghadapi banyak godaan dan tekanan untuk melakukan pelanggaran hukum, lantas bagaimana mempersiapkannya ?” tanya Chairil Linggabinangkit yang juga selaku presiden Kamase. “Kekuatan moral yang bersumber dari nilai-nilai agama yang dipercayai tentu memiliki peran utama sebagai benteng pertahanan individu masing-masing”, papar Pak JS. Prof. Purwo juga menambahkan bahwa kita dituntut untuk memiliki banyak jejaring agar kita tidak mudah ditekan, bahkan memiliki kekuatan untuk menekan balik untuk memberi warning bahwa itu salah. Selanjutnya, kita juga hendaknya mengembangkan organisasi berbasis Reseach and Development (R&D) berbasis analisis agar bisa terlebih dahulu menyodorkan argumen dan mengcounter isu/permintaan yang melanggar hukum.
Energy talk adalah kegiatan diskusi rutin yang diselenggarakan oleh Kamase terkait energi untuk mahasiswa di wilayah D.I.Yogyakarta dan sekitarnya. Informasi mengenai kegiatan ini dapat diakses di www.kamase.org atau follow twitter Kamase @kamase_UGM.
Ditulis oleh: Didit Setyo Pamuji, Mahasiswa Program Studi Teknik Fisika Angkatan 2011, Kamase Kampus 2011.