Kehadiran Superblok di kota-kota besar telah merubah gaya hidup sebagian penduduk yang semula cenderung communicating (menglaju), karena bertempat tinggal di pinggiran kota tetapi bekerja di pusat kota. Superblok dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka, karena seluruh kebutuhan hidup dapat terpenuhi dalam jangkauan yang relatif lebih efisien.
Dikatakannya bahwa sejumlah pembangunan superblok juga menunjukkan adanya pengabaian (non-compliance) oleh para pengembang, terhadap Urban Design Guidelines yang telah ditetapkan pemerintah setempat maupun standar yang ada. Sebagai akibatnya timbul masalah-masalah lingkungan, termasuk kemacetan lalu lintas dan penangangan limbah. Superblok merupakan suatu fasilitas terpadu yang merupakan trip generator relatif besar, cenderung menimbulkan kumpulan manusia dalam jumlah relatif banyak dalam waktu yang bersamaan, dan sering kurang diperhatikannya daya dukung atau ambang batas lingkungan setempat.
Pembangunan superblok merupakan kesempatan untuk meng-urbankan kembali kota-kota metropolis secara sistematis, yang sempat ditinggalkan oleh penduduknya akibat kelangkaan penyediaan fasilitas hunian. Selain itu juga merupakan salah satu strategi untuk memperbaiki kondisi kota-kota metropolis yang mengalami degradasi kualitas. “Kecenderungan merebaknyan pembangunan superblok sebagai suatu peluang bisnis properti san gaya hidup baru diperkotaan nampaknya tidak akan mudah dibendung. Permasalahan global warming (pemanasan bumi) dengan salah satu konsekuensinya berupa climate change (perubahan iklim), merupakan tantangan bagi pembangunan superblok kedepan,” jelas pria kelahiran Yogyakarta, 14 Juli 1960 ini.
Menurut suami dr. Iriyani Andamari, Sp.KK ini, secara arsitektural, pada umumnya bentuk dan skala bangunan superblok cenderung menunjukkan sifat ‘arogan’ dan ‘out of character’, kurang manusiawi dan menciptakan suasana keterasingan. Masalah-masalah yang muncul dari pengembangan superblok oleh pihak swasta seringkali merupakan akibat dari keterlambatan pemerinta di dalam melakukan pengendalian secara antisipatif. Rencana tata ruang ataupun turun-turunannya dinilai cenderung kalah cepat dengan tindakan-tindakan pembangunan yang dilakukan oleh para pengembang.
“Tantangan terakhir bagi pengembangan superblok di perkotaan adalah pengendalian perilaku warga kota untuk berkehidupan kota yang lebih baik. Dengan pluralisme budaya dan heterogenitas sosial-ekonomi, masih banyak dijumpai wrga kota yang belum memiliki budaya hidup yang baik di perkotaan, misalnya dalam hal menghuni, berlalulintas, dan membuang sampah,” kata Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Teknik UGM ini. (nn)