Berkaca pada keadaan UMKM yang harus tetap bisa bertahan di masa pandemi, tim PKM Penerapan IPTEK UGM yang terdiri atas Rohmah Amredika (Perencanaan Wilayah dan Kota 2020), Jillan Sausan Amira (Perencanaan Wilayah dan Kota 2020), Lalu Ikhwan Alvaredha Istiqlal (Teknik Industri 2020), Rizky Asa Aulia Trisedya (Perencanaan Wilayah dan Kota 2020), dan Zulfikar Pramadhana (Ilmu Komputer 2020), mengembangkan gagasan “Digitalisasi dan Inovasi Identitas Kultural dalam Meningkatkan Ketahanan Industri Kreatif”, yang bekerja sama dengan mitra, yaitu M.A.R.S Genuine Leather, industri kreatif yang bergerak di bidang kerajinan kulit. Gagasan ini kemudian selanjutnya dikenal dengan DIGI-INKRAF. Tim bekerja di bawah bimbingan Ibu Widyasari Her Nugrahandika, S.T., M.Sc.
Gagasan DIGI-INKRAF muncul karena rasa kepedulian terhadap bagaimana para pegiat usaha dapat bertahan di masa pandemi Covid-19 saat ini. Berbagai fenomena usaha yang harus gulung tikar hingga mengalami penurunan omzet membuat tim tergerak untuk membuat suatu gagasan yang dapat membantu para pegiat usaha khususnya UMKM. Tim melakukan riset, survei, dan studi terhadap literatur, berita, maupun kasus secara daring dan luring di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Melalui proses riset dan survei inilah tim bertemu dengan mitra yaitu M.A.R.S Genuine Leather, UMKM yang bergerak di bidang kerajinan kulit, berlokasi di Jalan Perum Gama Asri, RT06/RW29, Lungguhrejo, Sangurejo, Wonokerto, Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mitra, yaitu M.A.R.S Genuine Leather, menyampaikan keluh kesah mengenai fenomena pandemi Covid-19 yang memberikan dampak negatif secara signifikan bagi usaha yang dijalankan. Proses pemasaran dan penjualan menjadi terhambat. Terlebih, M.A.R.S Genuine Leather pada keadaan normal sebelum pandemi menggantungkan pemasaran dan penjualan mereka melalui kegiatan pameran secara luring. Begitu juga dengan mitra yang mengalami penurunan omzet sampai angka 70% dari yang awalnya sekitar 100 juta rupiah turun menjadi 30 juta rupiah. Untuk dapat bersaing di masa sulit seperti ini, usaha perlu bertransformasi menjadi digital dalam penjualan dan pemasaran, dan mitra merasa digitalisasi mereka masih jauh dari kata optimal.
Oleh karena itu, hadirlah gagasan DIGI-INKRAF. Melalui DIGI-INKRAF, terdapat beberapa gagasan dan inovasi yang ditawarkan. Mulai dari aspek digitalisasi hingga inovasi identitas kultural. Mengapa digitalisasi dan inovasi identitas kultural? Tim memandang bahwa, digitalisasi bukan menjadi satu-satunya jalan untuk dapat bertahan di masa pandemi seperti ini maupun fenomena sejenis. Berbagai industri tentunya berlomba-lomba untuk bertransformasi menjadi digital. Toko online dan sejenisnya semakin menjamur. Dengan demikian, suatu usaha perlu memiliki nilai tambah dan inovasi pada aspek lainnya. Hal tersebut diimplementasikan dalam gagasan DIGI-INKRAF.
Digitalisasi yang pertama dilakukan dengan pengembangan situs web. Tim mengembangkan situs web yang sebelumnya telah ada menjadi lebih mudah dan nyaman diakses baik oleh pembeli maupun penjual. Mulai dari situs web yang terintegrasi dengan media sosial dan fitur di dalamnya, situs web menjadi lebih user dan mobile friendly, hingga penambahan fitur layaknya e-commerce seperti search option, katalog, transaksi digital, dan sebagainya. Tim juga mengubah tampilan situs web menjadi lebih menarik dan terorganisir. Sama halnya dengan situs web, tim juga mengoptimalkan keberadaan media sosial instagram usaha mitra sebagai digital marketing. Tampilan diubah menjadi lebih menarik, terdapat katalog produk, hingga fitur-fitur yang ada dimanfaatkan dengan lebih baik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, selain digitalisasi, tim juga mengaplikasikan identitas kultural dalam gagasan. Identitas kultural tersebut diaplikasikan dalam bentuk desain pada platform digital marketing dan pada produk mitra. Tim menggunakan elemen vegetasi salak sebagai ciri khas dari Kecamatan Turi, Sleman, DIY sebagai lokasi usaha mitra. Di samping itu, identitas kultural juga diterapkan melalui produk mitra. Di mana, kerajinan kulit dipadukan dengan kain tradisional yaitu kain lurik. Berbagai produk mitra baik tas hingga dompet telah mengaplikasikan konsep ini. Begitu juga dengan series ecoprint. Tidak sampai di sana saja, tim juga membuat suatu kemasan ekslusif untuk mendukung produk mitra. Terlebih, pasar mitra kini tidak hanya domestik saja tetapi juga mancanegara. Oleh karena itu, diperlukan kemasan sebagai citra usaha yang aman dan menarik. Tim memilih kemasan yang kuat dan ringan serta dapat didaur ulang yang selaras dengan usaha mitra yang menerapkan konsep zero-waste.
Hasil dari gagasan ini dapat dikatakan positif. Situs web mitra mengalami kenaikan pengunjung menjadi 41.023 kunjungan dari yang sebelumnya berada pada angka 20.000. Pengunjung situs web pun beragam, mulai dari Indonesia hingga mancanegara. Begitu juga dengan media sosial instagram mitra yang mengalami menaikan impresi. Mitra juga mengalami kenaikan omzet di mana sebelumnya pada bulan mei sebesar Rp27.921.000,00 naik Rp13.444.000,00 menjadi sekitar Rp41.365.000,00 di bulan september.
Gagasan DIGI-INKRAF tidak hanya dapat diterapkan di masa pandemi saja. Tidak menutup kemungkinan berbagai fenomena sejenis akan terjadi di masa mendatang. Dalam keadaan normal pun, arus penggunaan teknologi juga semakin pesat sehingga usaha perlu melakukan pengembangan dan inovasi agar dapat menjadi usaha yang berketahanan dan berdaya saing.
Kunjungi situs web mitra di www.marsgenuineleather.com dan media sosial instagram di @marsgenuineleather. (Jillan Sausan Amira/Review: Purwoko)