Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang tergolong aktif di dunia. Erupsi Merapi secara umum memiliki karakteristik yang berbeda dengan gunung api lainnya. Karakteristik letusan Merapi dicirikan dengan adanya pertumbuhan kubah lava di sekitar kepundan. Kubah lava tersebut apabila dalam kondisi yang tidak stabil dapat runtuh membentuk guguran lava yang diikuti dengan keluarnya awan panas, yang dikenal dengan ‘wedhus gembel’. “Merapi memang memilik tipe letusan tersendiri. Setiap kali meletus, Merapi menampakkan perilaku yang selalu berbeda. Hal tersebut tentunya membuat panik sebagian masyarakat Yogyakarta, terlebih yang tidak memahami bagaimana karakteristik erupsi Merapi,” kata Saptono Budi Samodra, S.T., staf pengajar Jurusan Teknik Geologi UGM, Senin (1/11) di UGM.
Berbagai ancaman bahaya, seperti awan panas, lahar, dan hujan abu, ditimbulkan dari letusan Merapi. Di samping bahaya primer tersebut, masih terdapat ancaman bahaya sekunder berupa banjir lahar dingin. Tumpukan material yang belum terkonsolidasi kuat dan berada pada lereng miring jika terkena hujan akan menjadi tidak stabil dan longsor menjadi banjir lahar. “Daerah yang terancam banjir lahar dingin umumnya yang berada di sepanjang sungai yang berhulu di sekitar puncak Merapi. Namun demikian, ancaman bahaya lahar ini saat ini sudah relatif bisa dikendalikan dengan adanya dam-dam sabo,” terangnya.
Menyikapi berbagai ancaman yang ditimbulkan Merapi, Saptono mengimbau masyarakat untuk beradaptasi dengan keberadaan gunung api tersebut. Untuk dapat beradaptasi dengan baik, diawali dengan memahami terlebih dulu tentang karakteristik Gunung Merapi. Pemahaman tersebut menjadi dasar setiap tindakan dalam menyesuaikan diri terhadap perilaku yang tengah diperankan Merapi. “Jika Merapi sedang tenang dan bersahabat, maka upaya-upaya untuk memanfatkan potensi positifnya bisa dilakukan dengan bijak. Sebaliknya, saat Merapi tengah ‘berulah’, langkah yang paling bijak adalah dengan memberikan ruang dan waktu bagi Merapi untuk menyelesaikan ‘hajatannya’ itu dengan menyingkir sementara ke lokasi yang aman,” jelasnya.
Gejolak Merapi, kata Saptono, dapat dikenali oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) di bawah PVMBG. Untuk itu, masyarakat seyogianya memperhatikan dan mengindahkan setiap informasi yang diberikan oleh instansi terkait untuk meminimalisasi dampak negatif letusan Merapi. (Humas UGM/Ika)
sumber: ugm.ac.id