Wilayah Indonesia terletak diantara 3 lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, Indo-australia, dan Pasifik. Indonesia juga merupakan jalur rangkaian pegunungan api aktif di dunia atau sering kita sebut dengan The Pasific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik). Dua hal ini ternyata secara signifikan mengakibatkan wilayah Indonesia rawan terhadap bencana alam. Hampir setiap tahunnya terjadi banyak kejadian bencana alam yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat salah satunya kehilangan rumah sebagai tempat tinggal.
Selama ini penanganan pasca bencana masih terkesan lamban dan tidak siap terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan tempat tinggal bagi korban bencana. Sejauh ini tenda darurat memang masih menjadi solusi paling mudah dan murah. Kenyataannya, kondisi tempat pengungsian ini kurang memadai dan tiadanya privasi bagi keluarga korban bencana. Sehingga, tidak sedikit dari mereka yang mengalami gangguan kesehatan dan mental. Pemerintah sebenarnya sudah memulai membuat alternatif dengan dibangunnya hunian sementara (Huntara). Hanya saja, ada beberapa kelemahan diantaranya kurang praktis karena diperlukan waktu yang cukup lama dalam pembangunan dan tidak adanya konsep keberlanjutan (sustainability) sehingga banyak yang mangkrak setelah tidak digunakan lagi.
Kondisi tersebut mendorong lima mahasiswa UGM, yaitu Puji Utomo, dan Erwin Novian Zein (Teknik Sipil dan Lingkungan); serta Abdul Halil Mubaraq Mursidi, Agung Wahyu Utomo, dan Lutfi Afipah Oktorin (D3 Teknik Sipil) untuk menciptakan inovasi produk hunian sementara (Huntara) yang diberinama Gadjah Mada Bamboo Shelter (GAMBOOSTER). Produk Huntara yang mereka buat merupakan perpaduan antara smart technology dan green technology agar mampu menghasilkan Huntara yang praktis dan ramah lingkungan.
Menurut Puji Utomo selaku Ketua Tim, “Produk Huntara GAMBOOSTER yang kami buat menggunakan sistem puzzle (bongkar pasang) sehingga cepat dalam pembangunan dan kalau sudah tidak digunakan dapat dibongkar lalu disimpan dalam kotak (box) dan bisa digunakan lagi kalau terjadi bencana. Selain itu, bahan yang digunakan adalah bambu petung lokal sebagai bahan yang ramah lingkungan, kuat, dan ekonomis.”
Puji Utomo menyebutkan desain bangunan Huntara ini berbentuk rumah panggung berukuran 4 x 6 meter persegi. Bangunan mempunyai tinggi sekitar 2,5 m, terdiri dari 2 kamar tidur dan 1 ruang serba guna. Bangunan ini juga didesain agar tahan terhadap terpaan hujan, angin, dan gempa. Yang agak beda, karena sistemnya seperti mainan puzzle maka semua rangkaian sambungan bambu dan komponen lain menggunakan baut dan sekrup dengan rangkaian yang sangat rapi. Sehingga diharapkan korban bencana nyaman tinggal dan cepat memulihkan kondisi psikis mereka untuk bangkit kembali paska bencana.
Proses pengerjaan dari mulai proses pembuatan komponen puzzle hingga uji coba perangkaian huntara dilakukan sejak akhir bulan April kemarin. Kami bekerjasama dengan bengkel kerja milik Andi Ardianto, mahasiswa Teknik Arsitektur UGM dalam pembuatan komponen puzzle. Pembuatan produk Huntara ini didanai melalui Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta dengan dosen pembimbing Ashar Saputra, S.T., M.T.,Ph.D salah satu dosen minat struktur di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM.
Selanjutnya, kami mengupayakan untuk menjalin kerjasama dan mensosialisaikan produk Huntara ini kepada pihak instansi pemerintah dan swasta seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Yogyakarta, Dinas PU-ESDM, dan beberapa LSM Bencana lainnya. Kami tentu berharap produk Huntara ini dapat diadopsi dan dibuat lebih banyak oleh pemerintah dan pihak swasta sebagai alternatif solusi pemenuhan kebutuhan tempat tinggal bagi korban bencana yang lebih praktis, ramah lingkungan, dan dapat digunakan beberapa kali.
Ditambahkan lagi, “Kami berharap produk inovasi Huntara ini dapat dipresentasikan dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-27 di Universitas Diponegoro, awal September nanti sehingga lebih banyak lagi yang akan mengetahui produk Huntara ini dan bisa jadi pelecut semangat kami untuk mengembangkannya lebih lanjut .” kata Erwin Novian Zein, salah satu anggota tim ini.
(Penulis berita : Puji Utomo, Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM 2010)