MAGELANG – Ahli Geologi UGM melaksanakan sosialisasi penanganan antisipasi bencana lahar dingin hasil erupsi Merapi pada ratusan pengungsi korban lahar dingin di Balai Desa Jumoyo, Magelang, Selasa (14/12) malam. Sosialisasi tersebut disampaikan lewat pementasan wayang waton dari padepokan Cipto Budoyo Merapi Tutup Ngisor. Di sela-sela itu, masyarakat dibagikan poster panduan antisipasi bahaya lahar dingin.
Ia menyarankan, masyarakat desa Jumoyo yang tinggal di bantaran sungai selalu memperhatikan semua informasi yang disampaikan perangkat desa atau tokoh masyarakat. Lalu, mengumpulkan semua anggota keluarga lansia, wanita, anak-anak untuk mulai menuju titik tumpul. “Selalu perhatikan komando dari ketua kelompok, tetap tenang dan siaga,” ungkapnya.
Warga melakukan evakuasi juga harus menyelamatkan surat-surat berharga dan perlengkapan selama mengungsi seperti sertifikat rumah, pakaian, obat-obatan dan masker.
Adapun Sudarno, menegaskan masyarakat untuk terus selalau waspada, karena saat ini sangat sulit memastikan kapan bencana lahar dingin ini akan berakhir selama musim penghujan masih akan terus berlangsung hingga bulan februari atau Maret 2011. “Hujan yang turun di lereng, pemicu adanya lahar dingin tersebut,” ungkapnya. Ia juga meminta masyarakat untuk mengungsi ke daerah yang lebih tinggi di luar 300 meter dari bataran sungai.
Kepala Desa Jumoyo, Sungkono, menyampaikan saat ini terdapat lebih dari 1100 jiwa pengungsi dari Jumoyo. Mereka berasal 6 dusun di Desa Jumoyo, yakni dusun Seloiring, Gempol, Tegalsari, Kadirogo, Kembaran dan Duakan. “Dari 13 dusun di desa Jumoyo, 6 dusun yang tinggal di dekat bantaran sungai kini sudah mengungsi ke Balai Desa, Gedung SMK Muhammadiyah dan beberapa Shelter,” ujarnya.
Ia menambahkan, kejadian banjir lahar dingin pertengahan pekan lalu tidak menimbulkan korban jiwa. Namun begitu, dari terjangan lahar tersebut setidaknya telah merusak dan menenggelamkan 18 rumah warga dan 38 kios pasar Jumoyo. “Saat ini kita belum menghitung berapa besar jumlah kerugian ekonominya,” jelasnya.
Sementara untuk antisipasi bahaya banjir lahar dingin, pihaknya telah menyediakan sekitar 20 Handy Talky (HT). Pengadaan HT tesebut diambil dari dana restribusi truk yang mengambil pasir di sungai Kali Putih. Ia menjelaskan, setiap truk yang mengambil pasir di tanah kas desa ditarik iuran Rp 100 ribu, sedangkan di daerah warga, akan ditarik sebesar Rp. 10 ribu.
“Dana ini kita belikan HT yang dibagikan kepada tokoh masyarakat untuk bisa berkomunikasi secara terus menerus apabila sewaktu-waktu banjir lahar datang,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan ribuan pengungsi saat ini sepenuhnya ditangani perangkat desa Jumoyo. Mengandalkan bantuan dari Pemkab Magelang. Meliputi, bantuan lauk pauk sebesar Rp. 4500 per kepala/hari dan untuk bantuan beras 4 ons/hari per kepala. Kendati begitu, Sungkono mengaku bantuan tersebut kini semakin menipis, semnetara masa tanggap darurat akan berakhir pada 22 Desember. Padahal bencana bahaya banjir lahar dingin masih belum berakhir mengingat musim hujan masih berlangsung. (Humas UGM/Gusti Grehenson)