Oleh: Dr. Sunu Wibirama (Universitas Gadjah Mada).
Bagi Anda yang berkiprah di dunia rekayasa (engineering)—terutama Teknik Elektro, Teknologi Informasi, Ilmu Komputer, atau Teknik Industri—pasti Anda sudah tidak asing lagi dengan organisasi IEEE dan nama salah satu profesor Jepang yang menjabat sebagai President of IEEE: Professor Dr. Toshio Fukuda. Berdasarkan Google Scholar, beliau telah memperoleh 35.919 sitasi dengan H-index GS: 86.
***
Pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita adalah: apa sih rahasia produktivitas mereka sehingga mereka bisa memberi warna yang sangat kuat di bidang ilmu tertentu? Sebagai catatan, Professor Fukuda adalah seorang ahli di bidang robotika yang sudah diakui oleh peneliti-peneliti robotika di dunia.
***
Ada banyak aspek yang mendukung produktivitas mereka: budaya kerja, bagaimana persepsi mereka terhadap waktu, persepsi terhadap aset dan resources riset, dan yang paling penting adalah budaya untuk perencanaan dengan detail.
Di artikel ini, saya akan membahas yang terakhir yakni “detailed planning”.
Selama tinggal di Jepang lebih dari 3,5 tahun, saya belajar dan mencoba memahami bagaimana budaya Jepang mengajarkan “perencanaan dengan detail”. Orang Jepang terbiasa dengan budaya perencanaan dengan detail di awal tahun dan mereka akan melaksanakannya sesuai dengan rencana yang sudah dibuat. Mereka tidak terbiasa untuk “berimprovisasi” di tengah jalan atau melaksanakan program setengah matang. Lebih baik tidak melakukan program daripada gagal karena perencanaan yang buruk.
Untuk melihat secara detail bagaimana mereka membiasakan budaya ini sejak anak mereka masih kecil sampai dewasa, Anda bisa coba mampir ke toko-toko alat tulis atau toko buku jika Anda ada waktu untuk pergi ke Tokyo. Di akhir tahun dan awal tahun, semua toko buku akan menyediakan buku agenda (手帳). Uniknya, toko-toko di Jepang menyediakan buku ini sesuai dengan rentang umur dan rentang kebutuhannya. Bagi anak-anak, ada agenda yang diberi sampul lucu dengan halaman warna-warni. Bagi remaja, ada buku agenda dengan tampilan yang “ngejreng”, terkadang dibandrol dengan cover bergambar tokoh anime atau artis idola. Bagi para pekerja, ada buku agenda dengan sampul elegan, polos, dan terlihat profesional. Satu yang saya salut adalah budaya menulis mereka di buku agenda tidak luruh dengan adanya “kalender digital” di smartphone. Mirip dengan budaya mengirimkan kartu ucapan selamat tahun baru yang sampai hari ini masih langgeng meskipun teknologi komunikasi di Jepang jauh lebih canggih dibandingkan Indonesia.
***
Lalu, apa yang berbeda dengan buku agenda di Indonesia? Buku agenda di Jepang rata-rata memiliki konten yang serupa—tidak peduli untuk siapa agenda itu ditujukan, yakni kolom agenda besar dalam satu tahun, kolom agenda detail bulanan, sampai dengan kolom agenda harian dan bahkan perjam! Anda bisa melihat foto-foto yang saya unggah untuk melihat seperti apa kongkritnya konten buku agenda ala Jepang ini.
Kolom agenda yang bertingkat ini melatih kita untuk melihat kegiatan kita secara komprehensif dalam satu tahun, tentunya dengan tetap memperhatikan kapan hari libur nasional dan kapan terjadi even-even budaya tertentu yang pastinya akan mempengaruhi aktivitas kerja. Dengan mengetahui rencana kerja dalam satu tahun, kita bisa menyusun strategi bulanan untuk mencapai target yang diinginkan. Di sinilah kemampuan yang saya lihat jarang dimiliki oleh peneliti di Indonesia: system thinking.
Orang Jepang terbiasa untuk mencari tahu secara detail langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mencapai sesuatu, bagaimana biayanya, apa hal-hal yang menghalangi dan bagaimana solusinya. Berdasarkan pengalaman saya, mereka akan sangat serius menyusun rencana kerja ini, sebab seluruh aktivitas yang dilakukan akan mengacu pada rencana ini. Maka jangan heran jika Anda tidak bisa sembarangan mengundang peneliti Jepang untuk berkolaborasi dengan Anda, sebab jika tidak diundang setahun sebelumnya, bisa jadi mereka sudah tidak ada waktu untuk memenuhi undangan Anda.
***
Sayangnya, saya tidak melihat kemampuan perencanaan ini diajarkan sejak dini di Indonesia. Anda bisa lihat akibatnya, rencana kerja kita berantakan, kita tidak tahu apa yang akan kita perbuat untuk mencapai tujuan kita, dan antar organisasi di Indonesia tidak bisa bekerja sama dengan baik. Mengapa demikian? Penyebab utamanya adalah karena kemampuan detailed planning kita sangat lemah.
Sebelum bicara dan menyalahkan orang lain, yuk kita evaluasi kemampuan planning kita. Jangan-jangan terpuruknya negara kita karena kita turut andil menjadi warga negara yang tidak punya kapabilitas perencanaan yang baik.
“A goal without a plan is just a wish”.
Note: jangan tanya ke saya di mana beli buku agenda seperti ini di Indonesia, ya!
Untuk rekan-rekan yang pernah sekolah atau kerja di Jepang, silahkan share pengalamannya juga ya.
————————————————————
Jangan lupa share posting ini untuk membuat dampak perubahan yang lebih besar di negara kita. Kilk Like dan Follow :
http://facebook.com/WibiramaSunu
Youtube channel:
http://youtube.com/wibirama