Dr. Ir. Agus Maryono mendapatkan penghargaan sebagai penulis artikel terbaik nasional ke-PU-an 2009 dalam rangka HUT ke-64 Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Penyerahan penghargaan dilakukan oleh Menteri PU RI, Ir. Djoko Kirmanto, Kamis (3/12). Artikelnya yang berjudul ‘Banjir Beruntun dan Konservasi DAS Hulu’ yang dimuat di harian Media Indonesia edisi 19 Januari 2009 dinilai sebagai artikel terbaik nasional oleh dewan juri.
Dalam artikel itu, Agus menyebutkan banjir yang akhir-akhir ini melanda berbagai daerah pada umumnya masih dikendalikan dengan bermacam upaya konstruksi di bagian hilir lokasi banjir. Upaya tersebut memakan biaya sangat besar dan tidak menunjukkan hasil signifikan. Hal itu terjadi karena akar permasalahan yang sesungguhnya, yakni kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di bagian hulu, tidak tersentuh.
Kepada wartawan dalam bincang-bincang di Ruang Fortakgama, Senin (7/12), Agus Maryono mengatakan banjir beruntun dan meluap di mana-mana dapat menyadarkan pemerintah dan banyak kalangan untuk menggarap lebih intensif DAS bagian hulu secara serius dan komprehensif. “Kita terkonsentrasi menangani banjir daerah hilir, sementara konservasi DAS sangat lemah dengan adanya perubahan penggunaan lahan. Saatnya mengubah konsentrasi, bukan hilir,” kata peneliti banjir dari Teknik Sipil UGM ini.
Menurut Agus, pengendalian banjir yang dapat dilakukan melalui pengelolaan daerah hulu terdiri atas reboisasi dan konservasi hutan, pengelolaan dan konservasi lahan pertanian-perkebunan, serta konservasi alur sungai, danau, dan embung, baik ukuran kecil maupun besar. Selain itu, tidak kalah penting adalah pengelolaan serta konservasi DAS di areal perdesaan. ”Air yang di buang di hilir keliru karena menyebabkan kesulitan air di musim kemarau. Konsepnya menahan air di hulu. Tinggal kemauan bersama pengambil kebijakan, kerja sama antara departemen dengan melibatkan seluruh masyarakat,” jelasnya.
Ia memprediksikan banjir bandang di seluruh Indonesia akan terus terjadi dalam 5-10 tahun mendatang sebab banjir tersebut diinisiasi oleh gempa. Gempa bumi dapat menginisiasi longsor tebing dan akhirnya terjadi banjir besar. Agus mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap banjir akibat dorongan bencana gempa bumi dan longsor karena banjir ini biasanya disertai lumpur hasil longsoran tebing sungai dan kayu-kayuan yang ikut terbawa arus air.
”Kita baru mengalami gempa bumi di mana-mana. gempa bumi akan diikuti banjir, bisa banjir bandang dan banjir lumpur. Daerah paling rentan adalah daerah tebing. Jika tebing sungai yang labil, potensial longsor jika ada gempa. Longsoran itu akan menutup sungai di banyak tempat, tertutup separuh hingga penuh,” katanya.
Agus menunjukkan bukti bahwa gempa bumi dapat menginisiasi terjadinya longsor tebing dan akhirnya terjadi banjir besar, antara lain, pada peristiwa banjir bandang bahorok di Sumatera Utara tahun 2003, banjir bandang Aceh Selatan tahun 2005, banjir di Jember, Jawa Timur, pada 2006, banjir Sinjai, Sulsel, pada 2006, dan banjir Bengawan Solo pada 2007. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Sumber: ugm.ac.id