YOGYAKARTA – Bencana gempa bumi dan banjir tidak hanya berisiko menimbulkan korban jiwa, tetapi juga kerugian material akibat banyaknya bangunan yang roboh. Banyak pihak yang menyalahkan besarnya skala gempa yang mengakibatkan bangunan rusak dan hancur. Padahal, kualitas bangunan yang tidak sesuai dengan standar bangunan beton yang menyebabkan robohnya bangunan tersebut. “Kita bisa melihat kenyataan sekarang, bangunan hasil peninggalan Belanda masih tetap kokoh. Sementara bangunan baru yang banyak roboh setelah diterjang gempa,” kata arsitek UGM, Ir. Yoyok Wahyu Subroto, M.Eng., Ph.D., di sela-sela Seminar Transfer of Technology on Effective and Sustainable Concrete Constructions di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (5/7).
Lebih jauh Yoyok menambahkan ketidaktahuan masyrakat tentang standar kelayakan bangunan beton menjadikan bangunan rumah yang didirikan tidak mampu menahan goncangan dan getaran gempa. “Banyak bangunan beton tidak layak karena ketidaktahuan karena minimnya informasi dan pengetahuan atau barangkali memang terkendala biaya,” katanya.
Yoyok juga tidak menepis bahwa robohnya bangunan-bangunan pemerintah disebabkan oleh adanya manipulasi takaran penggunaan material beton yang kerap ditemui dalam sejumlah proyek. Padahal, material dan struktur bangunan beton sangat efektif menjadikan kokohnya sebuah bangunan. Dikatakan Yoyok juga bahwa sisa bangunan yang roboh atau masih berdiri seharusnya masih dapat dimanfaatkan untuk digunakan sebagai material bangunan baru. Namun sayang, bangunan yang masih berdiri akibat gempa sering dirobohkan untuk mendirikan bangunan baru. “Sebenarnya tidak perlu dirobohkan karena teknologi beton perlu menggunakan prinsip 3R, reduce, recycle, and reuse,” katanya.
Sementara itu, dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Prof. Dr. Ir. Imam Satyarno, menuturkan beton masih menjadi bahan yang paling banyak digunakan dalam konstruksi sipil. Namun, beton mudah rusak pada lingkungan yang agresif, meliputi lingkungan fisik, kimia, biologi dan mekanika. Satyarno menjelaskan beban dinamik, tumbukan dan berlebih menjadi faktor rusaknya struktur bangunan beton. Sementara itu, lingkungan fisik, yakni adanya erosi, abrasi, rayapan, dan api serta kandungan kimia, misal sulfat, asam, klorida, karbon dioksida, serta reaksi alkali-silika menyebabkan bangunan beton mudah sekali mengalami kerusakan. “Perbaikan beton memerlukan metode, bahan, dan peralatan yang tepat serta dilakukan oleh orang yang terlatih,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
sumber: www.ugm.ac.id