YOGYAKARTA (KU)-Rekayasa dan industri bangunan ternyata mempunyai andil yang cukup signifikan dalam proses perusakan lingkungan. Perusakan ekologi yang dimulai sejak tahap konstruksi, penggunaan material besar-besaran secara ilegal hingga operasional bangunan modern, dipastikan telah memproduksi racun, karbon, dan limbah yang terabaikan manajemen pemeliharaannya. Bahkan, diperkirakan 33% adanya pencemaran gas CO2 berasal dari bangunan yang ada di dunia..
Yoyok mengatakan arsitek atau perancang sebagai pelaku aktif industri bangunan memiliki kewajiban moral untuk turut serta mengurangi dampak pemanasan global dan diharapkan memegang komitmen pada Green Architecture. Hal itu dapat dilakukan, misalnya dengan kemampuan menolak tarikan pasar dan membuat inovasi serta kreativitas dalam perancangan bangunan tanpa merusak lingkungan. Di Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, sekarang juga tengah digagas adanya kurikulum arsitektur yang diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap penurunan polusi CO2. “Green architecture coba kita lakukan terobosan melalui kurikulum,” katanya.
Langkah menuju green architecture ini, menurut Yoyok, tidak selalu mengeluarkan biaya yang mahal. Dalam penerapannya, terutama di desa-desa tradisional, aplikasi teknologi dan bangunan yang ramah lingkungan dan green architecture sudah dilakukan, semisal dalam bentuk ventilasi silang. “Tidak selalu mahal untuk penerapannya. Di desa-desa, hal itu sudah dilakukan, seperti ventilasi silang sehingga matahari bisa langsung masuk ruangan,” urai Yoyok.
Di lain pihak, GM Mortar Utama, Anton Ginting, menuturkan program Bumi Hijaumu di UGM ini sebagai bentuk kepedulian terhadap kasus pemanasan global. Dengan adanya semacam kampanye tersebut, diharapkan akan terbentuk kepedulian dan keterlibatan hingga pemahaman mengenai isu yang pada akhirnya mengubah perilaku mendukung inisiatif hijau ini. “Dengan kampanye semacam ini, yang diharapkan adalah perubahan perilaku untuk tetap ramah lingkungan,” ujar Anton.
Talkshow kali ini juga menghadirkan beberapa pembicara lain, yakni Ariko Andikabina dari Green Building Council Indonesia (GBCI), dan Ir. Munichy B. Edrees, M.Arch. (Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia/IAI Yogyakarta). Rangkaian acara Bumi Hijaumu di UGM juga dimeriahkan beberapa kegiatan, seperti lomba fotografi dan perancangan rumah usaha hijau.
Di samping kegiatan tersebut, dihadirkan pula juara kedua Kompetisi Gedung Pencakar Langit 2010 atau 2010 Skycraper Competition dengan desain Ciliwung Recovery program (CRP) atau yang dikenal dengan Water Purification Skyscraper. Desain CRP dirancang untuk mengumpulkan sampah dari tepi sungai dan sekaligus memurnikan air Sungai Ciliwung menggunakan mega-filter yang beroperasi dalam 3 tahapan berbeda. Proyek CRP 100% akan menjadi bangunan yang berkelanjutan dan menghasilkan energi melalui angin, surya, dan sistem hidroelektrik. (Humas UGM/Satria)