Untuk memberikan dukungan dan suntikan semangat pada aktivitas pelayanan dan kesukarelawanan, Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM, dan Anand Krishna Center Joglosemar menyelenggarakan acara Dialog Bersama Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D. dan Anand Krishna dengan tema ”Spirit Pelayanan dan Kesukarelawanan”. Keduanya menjadi narasumber karena baik Prof. Nizam maupun Anand Krishna dinilai telah menggagas dan melakukan koordinasi dalam pelayanan pascabencana di Indonesia.
Prof. Nizam menggagas kegiatan Posyanis UGM dan Anand Krishna memunculkan dan mengarahkan Program Pusat Pemulihan Stres dan Trauma Keliling (PPSTK), yang diselenggarakan oleh National Integration Movement (NIM), yang merupakan salah satau sayap Anand Ashram. Sementara itu, Posyanis UGM tercatat telah banyak melakukan penanganan pascabencana di Aceh, Bantul, Tasikmalaya, dan lain-lain, dengan membuat hunian sementara.
Berbicara mengenai spirit dan kesukarelawan melalui Posyanis, Nizam mengatakan terdapat dua hal yang mendorong orang berbuat untuk sesamanya. Pertama, manusia pada dasarnya adalah abdi, yakni abdi yang melayani. Kedua, manusia sebagai khalifah. “Yaitu manusia yang bermanfaat, manusia yang memiliki makna tertinggi bagi sesamanya,” tutur Nizam di KPTU Fakultas Teknik UGM, Sabtu sore (29/1).
Demikian halnya dengan Pos Pelayanan Teknis (Posyanis). Pos ini berdiri di samping karena dua kekuatan nilai tersebut, juga termotivasi oleh tayangan televisi saat tsunami di Aceh. “Saya sangat sedih melihat seorang bapak bersama anaknya berusaha menghindar dari bencana. Saat itu, hati saya bergetar dan sedih serta segera ingin melakukan sesuatu. Maka berangkat dari hati dan semangat, saya bersama Pak Ikaputra bermodal baju dan tiket menuju Aceh. Tidak tahu apa yang akan terjadi, ternyata sesampai di sana kami berhasil membangun shelter-shelter di dua perkampungan Aceh,” katanya.
Meyakini bencana sebagai peluang memperbaiki, Nizam menyampaikan golden opportunity yang mungkin dicapai bangsa Indonesia pada tahun 2020-2035. Dalam periode itu, jumlah usia produktif lebih banyak sehingga bangsa ini diperkirakan akan masuk lima besar kekuatan ekonomi dunia. “Karenanya kita jangan sampai menjadi bangsa kepiting, yang saling tarik-menarik sehingga tidak bisa mencapai tujuan,” ujar Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.
Pendapat serupa disampaikan oleh Anand Khrishna, yakni bahwa banyak nilai religius, sosial-budaya, dan nilai-nilai lain yang mendasari seseorang menjadi sukarelawan. Terkait dengan hukum alam, Anand menjelaskan jika seseorang bekerja untuk dirinya sendiri, alam juga akan memenuhi kebutuhannya hanya cukup untuk satu orang. Namun, bila seseorang bekerja untuk 1.000 atau 2.000 orang, alam juga akan merespon dengan memberi yang lebih banyak. “Sehingga sudah selayaknya bagi kita bekerja untuk orang lain dengan tanpa pamrih,” jelasnya.
Anand mengingatkan terdapat empat hal penting yang perlu menjadi modal sukarelawan, yakni sensitivity (kepekaan), sincerity (ketulusan), solution, dan skill. “Sehingga seorang sukarelawan sebelum terjun harus mengusai keempatnya karena di samping peka dan tulus, ia harus memiliki bekal untuk pemecahan masalah dan keterampilan,” pungkas Anand. (Humas UGM/ Agung)