Beberapa bulan terakhir, situasi kelisnasional telah berita hangat berbagai media nasional, apadipicu kasus meledaknya trafo PT PLN di yang berakibat terputusnya suplai untuk berbagai daerah di DKI. Kejadian tersebut olah-olah telah menghentakkan pengambil keputusan di pusat untuk harus ikut segera mengambil keputusan agar kasus seperti itu tidak terulang lagi. Jakarta betul-betul merasakan akibat padamnya listrik, baik perkantoran maupun industri merasakan sekali kerugian yang harus ditanggung. Kejadian seperti Jakarta, untuk luar Pulau Jawa dan Bali bukanlah kejadian luar bisa.
Faktor penyebab
Persoalan kelistrikan nasional, kalau kita mau objektif melakukan evaluasi, bukanlah masalah yang terjadi karena sebab setahun dua tahun, tetapi akibat berbagai faktor yang menyebabkan kelistrikan nasional , mengalami keprihatinan seperti yang dirasakan oleh sebagian besar konsumen di luar Jawa Bali.
Dari tahun ke tahun sejak krisis ekonomi 1997, secara signifikan karena kurs rupiah yang melemah, biaya pokok produksi energi listrik mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena komponen bahan bakar primer, gas dan minyak, harus dibeli mengikuti mekanisme harga pasar ditambah beban utang yang harus dibayar meningkat jumlahnya karena mengikuti konversi mata uang dolar yang menguat.
Untuk menutup kenaikan biaya operasi tersebut, pemerintah terus-menerus memberikan subsidi. Klimaksnya pada 2008 dan 2009 pemerintah merasakan bahwa subsidi listrik membebani anggaran pemerintah karena jumlahnya sangat besar.
Di sisi lain, sebenarnya untuk mengurangi beban subsidi tersebut PT PLN telah sering terdengar mengupayakan agar diizinkan untuk menaikkan tarif, tetapi selalu tidak disetujui oleh pemerintah, apalagi ada penolakan dari para pengusaha / industri.
Subsidi yang besar yang menjadi tanggungan pemerintah, mestinya tidak perlu terjadi bila jaminan atau ketersediaan energi primer untuk berbagai pembangkit PLN yang telah dipersiapkan menggunakan bahan bakar gas, gasnya tidak tersedia. Ternyata gas yang dimaksud selalu tidak tersedia karena komitmen ekspor berdasarkan kontrak yang harus dipenuhi pemerintah.
Situasi ini menyebabkan ketidakmamnuan PLN berinvestasi karena mereka tidak memiliki uang. Apalagi dari subsidi yang diberikan, tidak ada peluang margin untuk PLN berinvestasi menaminfrastruktur baru, memutu perawatan, untuk penggantian unit-unit pembangkit yang mengalami , efisiensi operasi rendah, akibatnya konsumen tidak dapat terlayani dan krisis listrik di mana-.
Tahun 2009 kondisi kelistrikan nasional secara umum mengalami peningkatan mutu pelayanan, hal ini didukung dengan masuknya beberapa pembangkit baru hasil proyek akselerasi 10 ribu Mw dan tingkat pemadaman di beberapa daerah juga secara signifikan mengalami penurunan, seperti di Sumatra Utara, Aceh dan lain-lain, walaupun secara umum belum dapat mencapai standar mutu pelayanan yang diharapkan.
Krisis listrik
Persoalan krisis listrik dewasa ini kalau kita lihat dapat dibagi menjadi dua bagian. Krisis listrik kronis karena memang faktanya rasio elektrifikasi nasional masih baru mencapai mendekati angka 65% sampai 70%. Artinya lebih 30% penduduk nasional belum terkoneksi dengan jaringan listrik, bahkan beberapa daerah rasio elektrifikasinya ada yang di bawah 30%, seperti di NTT. Krisis listrik kronis ini harus diatasi segera dengan terobosan kebijakan pemerintah yang harus berani mengambil keputusan lintas sektor dan harus didukung dengan regulasi terkait. Bila kebijakan-kebijakan yang diambil tidak komprehensif seperti kebijakan tidak selarasnya antara hulu dan hilir (tidak tersedianya energi primer yang cukup untuk sektor ketenagalistrikan) potensi krisis yang berkepanjangan tetap saja akan berlangsung.
Akselerasi pembangunan pembangkit harus dilakukan yang harus diikuti pembangunan jaringan transmisi dan distribusi baru. Kebijakan untuk akselerasi ini harus dibuka. Pemanfataan potensi energi nonmigas harus didorong, seperti air dan panas bumi. Panas bumi selama ini seperti potensi yang dilupakan, barulah tahun-tahun terakhir kebijakan untuk pemanfaatannvadipikir lebih serius.
Oleh karena itu, beban sewa genset yang banyak dilakukan untuk mengatasi darurat jangka pendek diluar Jawa-Bali dan membakar bahan bakar solar bila perlu dilakukan. Dana tersebut langsung dialokasikan untuk pembangunan pembangkit-pembangkit dan jaringan pendukungnya.
Mungkin ini kebijakan tidak populer, tetapi dilihat dari alokasi keuangan pemerintah, situasi krisis relatif dapat diatasi dalam waktu lebih cepat. Pengorbanan masyarakat sekitar sesaat tanpa listrik teratasi dan akan menikmati jaminan suplai yang langgeng.
Tentu untuk daerah-daerah yang telah mengalami krisis listrik kronis terutama luar Jawa-Bali sangat sulit diharapkan dalam waktu singkat investasi.
“Keberadaan PLN harus mendorong industri komponen nasional kuat, baik untuk pembangkit, , distribusi peralatan-lainnya.”
yang mendorong pertumbuhan ekonomi dapat digerakkan cepat karena jaminan listrik yang sangat investor belum dengan baik.
Tanpa ketersediaan infrastruktur listrik dengan jumlah cukup dan kualitas yang baik, investor keraguan karena yang rendah menjadikan kontinuitas industri tidak terjamin menyebabkan biaya tinggi sisi produsen.
Hal ini sering tidak disadari oleh pelaku kelistrikan maupun oleh pemerintah sendiri. dalam situasi sulit industri mengsumber energinya dari genset dengan bahan bakar solar. Situasi ini bukan pilihan yang tepat karena sama memboroskan pengBBM dan menamsubsidi pemerintah sektor BBM serta mebiaya produksi tentu menurunkan kompetisi industri .
Solusi
Berdasarkan situasi kelistrikan nasional dewasa ini, maka ke depan upaya yangharus dilakukan adalah segera melakukan perbaikan tarif listrik nasional. melakukan perbaikan tarif nasional, yang harus adalah evaluasi terbuka bagaimana komposisi unit-unit pembangkit PLN terhadap ketersediaan energi primer.
Jangan lagi pembangkit yang mestinya menggunakan bahan bakar gas dipaksa harus membakar minyak, karena gasnya belum tersedia. Bila ini masih terjadi, artinya biaya pokok produksinya masih tinggi dan tidak adil bila ada perubahan tarif dan harus menjadi beban konsumen.
Pemerintah harus berani secara terbuka memprioritaskan gas-gas yang harusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan kelistrikan nasional yang dapat memberi added value lebih baik, sehingga dapat menurunkan BPP. Sebelum ada penyesuaian tarif, harus secara terbuka bagaimana komposisi bahan bakar dapat dipenuhi sehingga asas keadilan pengelolaan kelistrikan nasional dapat terpenuhi baik untuk sisi PLB maupun untuk konsumen.
Dalam upaya meningkatkan mutu keandalan sistem, sudah kasus-kasus seperti Jakarta tidak terulang kemba. Hal ini dapat diatasi bila kapernbangkit mencukupi, jaringan transmisi cukup andal yang didukung oleh komponen seperti , breaker, fasilitas lainnya serta fasilitas distribusi dan komtransformatornya.
Semua peralatan yang ada haruslah mendapatkan peyang sesuai dengan standar keteknikan sehingga jaminan pada setiap komdinyatakan layak . Untuk memenuhi itu semua, tentu harus disediakan guna keperluan maupun penyiapan cadang komponen yang by waktu. suku cadang diperlu, karena setiap komponen/ secara alamiah mengpenuaan dan dibatasi oleh time, sewaktu-waktu dapat mengalami kerusakan.
Hal ini sama dengan kasus manusia yang sewaktu waktu dapat sakit atau meninggal tanpa didwalaupun manusia selalu kesehatannya, apalagi yang tidak pernah melakuperawatan.
Ketiadaan suku cadang komponen peralatan pada setiap operasi seperti pada unit , gardu induk, ataudistribusi, akan sama saja jaminan suplai tidak andal.
Mengingat industri kelistrikan akan terus tumbuh pesat, maka sudah waktunya sinergi antara PLN dan industri nasional diperkuat. Keberadaan PLN harus mendorong tumbuhnya industri komponen kelistrikan nasional yang kuat, baik untuk pembangkit, transmisi, distribusi, maupun peralatan-peralatan lainnya.
Ketergantungan pada komponen impor harus secara bertahap dikurangi guna ikut mendongkrak pertumbuhan industri nasional yang kuat. Bila ini terlambat dilakukan, tumbuhnya industri kelistrikan nasional hanya akan menjadi pasar bagi industri negara-negara lain yang telah terlebih dahulu menguasai teknologi industri kelistrikan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengeluarkan regulasi di agar pemilihan komponen dapat diprioritaskan untuk menggunakan komponen industri dalam negeri. Sayangnya, regulasi pemerintah sektor ini pun belum kelihatan.
Dekan Fakultas Teknik UGM