Tim PKM UGM bersama petani Dusun Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang memasang alat pemanen kabut, Sabtu (19/4/2014) pagi. Teknologi pemanen kabut diharapkan menjadi solusi kekeringan di wilayah ini. (foto dari kiri ke kanan : Sarjono, Puji Utomo, Nur Sayyidah Azzahra, Vianita Meiranti Yogamitria, dan Musofa) (sumber : dokumen pribadi)
Kekeringan di musim kemarau menjadi masalah krusial bagi masyarakat Dusun Ngoho, Desa Kemitir, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Ketika musim kemarau tiba, sumur dan sumber mata air di daerah ini dipastikan akan mengering. Sumur bor sedalam 185 m dari bantuan Badan Geologi Bandung untuk Desa Kemitir, Sumowono, Kabupaten Semarang dinilai belum optimal mengatasi kekeringan ketika musim kemarau.
“Apabila tidak mendapat pasokan air bersih, lebih kurang 450 kepala keluarga harus iuran membeli tangki air dari luar daerah, sedangkan untuk keperluan mencuci baju, warga lebih memilih iuran untuk menyewa mobil bak terbuka sebagai sarana menuju ke sejumlah sungai yang terletak di Sumowono dan Bandungan.” papar Puji Utomo, Pak Kades sekaligus merangkap sebagai ketua kelompok tani Desa Kemitir.
Berbanding terbalik dengan kondisi krisis air, Dusun Ngoho yang berada di dataran tinggi ini memiliki potensi kabut yang berlimpah. Sejak pagi hingga sore, selalu muncul kabut. Kondisi ini, membuat sejumlah mahasiswa UGM mulai mengembangkan teknologi pemanen kabut untuk mengatasi krisis air pada musim kemarau di daerah ini sejak tahun 2013 yang lalu.
Setelah melakukan riset penelitian sejak tahun 2013, tim mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Dirjen Dikti 2014, kembali mengembangkan teknologi pemanen kabut di Desa Kemitir Sumowono, Kabupaten Semarang tahun ini. Berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini pengembangan teknologi pemanen kabut dikombinasikan dengan teknologi fertigasi tetes sehingga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, utamanya di bidang pertanian.
“Langkah tersebut dilakukan menyusul penelitian yang dilakukan tahun lalu, dengan pemasangan alat pemanen kabut ukuran 1 x 1 meter paranet saja dapat memanen kabut yang menghasilkan air 2,74 liter per hari bahkan pernah dapat menangkap air sebanyak lebih kurang 10 liter dari kabut yang berjalan selama 24 jam.” kata Puji Utomo yang namanya sama dengan Pak Kades, selaku pengembang teknologi pemanen kabut selama 2 tahun ini, di sela-sela sosialisasi sekaligus launching alat teknologi pemanen kabut di Dusun Ngoho, Kemitir, Sumowono, Sabtu (19/4) pagi.
”Paranet yang kami jadikan alat penangkap kabut bentangnya kami buat lebih panjang, dari dua menjadi delapan meter dengan sistem pemasangan seperti huruf L. Diharapkan, tangkapan uap air akan bertambah, bila dihitung dengan rumus tertentu paling tidak dalam semalam bisa menghasilkan air lebih dari 14 liter untuk keperluan pertanian,” kata Ketua Tim PKM Adopsi Teknologi Pemanen Kabut UGM, Vianita Meiranti Yogamitria, di sela-sela memasang perangkat di Dusun Ngoho, Kemitir, Sumowono, Sabtu (19/4) pagi.
“Sementara dalam pemasangan alat pemanen kabut yang baru ini dikombinasikan dengan teknik fertigasi tetes yaitu salah satu teknik irigasi tetes yang lebih efisien dan lebih mudah dijangkau masyarakat, murah, dan mudah dibuat karena modelnya yang sederhana, tetapi cocok untuk mengairi tanaman di daerah yang krisis air, “ ungkap Vianita Meiranti Yogamitria.
Dirinya bersama empat mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu lainnya, di antaranya Sarjono (Jurusan Ilmu Tanah), Musofa dan Puji Utomo (Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan), serta Nur Sayyidah Azzahra (Jurusan Penyuluh Komunikasi Pertanian) UGM, kembali mengembangkan teknologi pemanen kabut ke tahap pengabdian masyarakat setelah tahun lalu sudah dilakukan penelitian melalui Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian oleh sejumlah mahasiswa UGM dari Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, diantaranya Aditya Riski Taufani sebagai ketua, Taufiq Ilham Maulana, dan 2 rekan lainnya Puji Utomo dan Musofa yang hingga saat ini masih melanjutkan pengembangan teknologi pemanen kabut di Dusun Ngoho, Kemitir, Sumowono ini.
Dalam launching alat pemanen kabut dan fertigasi tetes, sabtu kemarin (19/4) dihadiri beberapa tokoh masyarakat dan instansi pemerintah diantaranya Kepala Desa Kemitir, Kepala Dusun Ngoho, Ketua Ibu PKK Desa Kemitir, Kepala PPL Kecamatan, Perwakilan dari Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Petugas fungsional Kecamatan Sumowono, Perwakilan dari Badan Proteksi Tanaman, Pangan, dan Holtikultura (BPTPH) Kabupaten Semarang, serta para wartawan dari berbagai media massa tingkat lokal maupun nasional.
Melihat hasil capaian yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa UGM , Kepala Desa Kemitir, Puji Utomo menyambut baik dan berencana akan menyampaikan kepada warga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani sayur. Di sisi lain, salah satu petugas fungsional penyuluh pertanian dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, Agus Sutanto menandaskan, pihaknya berjanji akan mengadopsikan pengembangan teknologi mahasiswa UGM tersebut ke wilayah yang dirasa potensial sebagai tangkapan kabut untuk mengatasi kekeringan di berbagai wilayah di Jawa Tengah.